1. Samuel dan Hofni-Pinehas
Di dalam Alkitab kita dapat menemukan banyak sekali contoh tentang pribadi yang tidak dewasa, tidak matang, dan tidak bertanggung jawab. Namun di pihak lain Alkitab juga mengajarkan kepada kita bagaimana cara hidup orang yang matang dan bertanggung jawab itu. Itulah pribadi yang Allah kehendaki di dalam hidup kita.Dalam Kitab 1 Samuel 3:19 dikatakan, “Dan Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satu pun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur.” Samuel adalah salah satu pribadi teladan yang kita temukan dalam Alkitab. Sejak masa kecil, Samuel telah diserahkan oleh Hana, ibunya, kepada Imam Eli untuk dibesarkan dan dididik di bait suci Allah di Silo. Hana yang lama tidak mempunyai anak, bernazar kepada Allah, bahwa apabila ia dikaruniai seorang anak oleh Allah, maka ia akan menyerahkan anak itu kepada Allah. Itulah sebabnya Samuel kemudian diantarkan ke Silo untuk dididik oleh Imam Eli.
Belajar dari Alkitab |
Yang menarik ialah Samuel ternyata juga mempunyai dua orang anak laki-laki, yaitu Hofni dan Pinehas. Kisah tentang kedua anak Eli ini digambarkan dalam ayat-ayat yang muncul sebelum ayat yang menggambarkan keadaan Samuel,
Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN, ataupun batas hak para imam terhadap bangsa itu. Setiap kali seseorang mempersembahkan korban sembelihan, sementara daging itu dimasak, datanglah bujang imam membawa garpu bergigi tiga di tangannya dan dicucukkannya ke dalam bejana atau ke dalam kuali atau ke dalam belanga atau ke dalam periuk. Segala yang ditarik dengan garpu itu ke atas, diambil imam itu untuk dirinya sendiri. Demikianlah mereka memperlakukan semua orang Israel yang datang ke sana, ke Silo. Bahkan sebelum lemaknya dibakar, bujang imam itu datang, lalu berkata kepada orang yang mempersembahkan korban itu: “Berikanlah daging kepada imam untuk dipanggang, sebab ia tidak mau menerima dari padamu daging yang dimasak, hanya yang mentah saja.” Apabila orang itu menjawabnya: “Bukankah lemak itu harus dibakar dahulu, kemudian barulah ambil bagimu sesuka hatimu,” maka berkatalah ia kepada orang itu: “Sekarang juga harus kauberikan, kalau tidak, aku akan mengambilnya dengan kekerasan.” Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan TUHAN, sebab mereka memandang rendah korban untuk TUHAN.
Gambaran ini berlawanan seratus persen dengan gambaran yang diberikan mengenai Samuel. Di satu pihak kita menemukan Hofni dan Pinehas yang egois, mementingkan diri sendiri, dan tampaknya juga pemarah. Kitab 1 Samuel ini menceritakan bahwa setiap kali ada orang yang datang mempersembahkan kurban sembelihan, Hofni dan Pinehas akan menyuruh para pelayan imam untuk mengambilkan daging yang paling atas, yang paling enak, untuk mereka makan sendiri. Padahal, seharusnya bagian itu dibakar sampai hangus sebagai lambang persembahan yang penuh kepada Allah. Hofni dan Pinehas tidak rela membiarkan daging itu hangus begitu saja. “Ini bagian yang paling nikmat.
Mengapa kita harus menjadi orang bodoh dan membiarkannya hangus begitu saja,” mungkin demikian yang muncul dalam benak pikiran mereka. Itulah sebabnya mereka mengambil apa yang bukan menjadi hak mereka. Mereka mencuri, atau dalam istilah sekarang, kasus ini dikenal sebagai korupsi. Demikian pula halnya dengan para pelayan imam itu. Mereka takut menghadapi anak-anak tuan mereka, sehingga mereka mengikuti begitu saja apa yang diperintahkan kepada mereka. Mereka tidak berani membantah perintah Hofni dan Pinehas, sebab mereka adalah anak-anak dari tuan mereka.
Mungkinkah mereka takut dimarahi oleh Imam Eli? Mungkinkah mereka berpikir bahwa anak-anak Imam Eli tidak boleh dibantah, karena mereka anakanak hamba Tuhan? Apapun juga alasannya, tampaknya para pelayan ini pun hanya memikirkan keselamatan mereka sendiri. Hanya berusaha mencari aman!
Sementara itu, bagaimana dengan Samuel? Ia digambarkan sebagai anak yang makin besar dan disertai Tuhan. Ia semakin besar dan semakin disukai oleh Tuhan maupun manusia. Bagaimana ini bisa terjadi? Tentulah ini disebabkan oleh kedewasaan Samuel, kematangan pribadinya dan emosinya, dan sikapnya yang tidak egois atau mementingkan diri sendiri. Samuel selalu memikirkan pentingnya pelayanannya kepada Allah dan umat Israel.
2. Perpecahan di Gereja Korintus
Sebuah kisah lain tentang sikap yang tidak dewasa dan bertanggung jawab dapat kita temukan di kalangan gereja perdana di Korintus. Dalam 1 Korintus 3:1-9 kita menemukan kisah tentang pertikaian yang terjadi di gereja Korintus. Gereja itu terpecah-pecah menjadi kelompok-kelompok yang masing-masing saling membanggakan diri sendiri. Muncul orang-orang yang mengklaim “Aku dari golongan Paulus,” atau “Aku dari golongan Apolos.” Mungkin pula ada kelompok-kelompok lain yang mengaku “Aku golongan dari Yesus,” sementara yang lainnya mereka anggap bukan pengikut Yesus atau tidak mempunyai Yesus.Masing-masing kelompok ini menganggap diri mereka lebih baik, lebih hebat, bahkan lebih tinggi daripada yang lainnya. Kalau demikian yang terjadi, siapakah yang paling benar? Menurut kamu, apa penyebabnya? Ledakan emosi yang tidak terkendali? Ketidakdewasaan pribadi anggota-anggotanya? Sikap yang tidak bertanggung jawab dari pimpinan dan anggota gereja? Kemungkinan-kemungkin apa lagi yang bisa menimbulkan pertikaian gereja?
Sekarang, bayangkanlah apa yang akan terjadi apabila Hofni dan Pinehas ternyata hidup bertanggungjawab, tidak egois, tidak mementingkan diri sendiri, dan tidak emosional. Bagaimana kira-kira kisah mereka akan berlanjut? Bayangkanlah pula keadaan gereja di Korintus apabila anggota-anggotanya tidak terpecah-pecah menjadi kelompok-kelompok yang membanggakan diri sendiri dan saling melecehkan, bahkan menghina kelompok-kelompok yang dianggap menjadi lawannya.
Dalam 1 Korintus 13:11 Rasul Paulus berkata, “Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.”
Dari sini jelas bahwa “Bertambah umur terjadi dengan sendirinya, tetapi menjadi dewasa adalah pilihan.” Untuk bisa bertumbuh dan menjadi dewasa, kita harus berusaha meninggalkan sikap kekanak-kanakan kita, cara berkatakata, merasa, dan berpikir seperti kanak-kanak. Kita harus bisa mengendalikan emosi kita dan mempertimbangkan setiap keputusan kita sebelum kita tergesa-gesa mengatakan sesuatu dan memutuskan untuk bertindak. Kita perlu bertanya terlebih dahulu, apakah dampak kata-kata dan tindakan saya itu bagi saya dan bagi orang lain?
Samuel bertumbuh dari kanak-kanak menjadi dewasa dan mengalami semuanya dengan indah. Kitab 1 Samuel 2:26 melukiskan, “Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan TUHAN maupun di hadapan manusia.” Ini semua terjadi karena ia hidup dengan firman Tuhan. “Dan Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satu pun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur” (1 Sam. 3:19). Indah, bukan?
Dalam Kitab I Raja-raja 4:29-30 dikatakan, 29 “Dan Allah memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut, 30 sehingga hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi segala hikmat orang Mesir.”
Hikmat Salomo dapat kita temukan di dalam cerita ketika Salomo dihadapkan dengan sebuah persoalan yang sangat berat. Dua orang ibu datang kepadanya, masing-masing memperebutkan seorang bayi yang mereka akui sebagai bayi mereka.
Refleksi
Thomas Huxley, seorang pemikir Inggris, pernah mengatakan, “Jangan kita lupakan, bahwa apa yang kita sebut sebagai alasan-alasan yang rasional untuk keyakinan kita, seringkali adalah upaya-upaya yang sangat tidak rasional untuk membenarkan naluri-naluri kita.” Apa maksud Huxley dengan kata-katanya ini?Maksudnya, seringkali kita berusaha untuk membenarkan naluri-naluri kita yang egois, yang emosional, yang tidak peduli terhadap orang lain, dengan alasan-alasan yang tampaknya rasional. Misalnya, seorang remaja laki-laki yang menuntut agar pacarnya memenuhi kebutuhan seksualnya dengan mengatakan, “Kamu harus buktikan bahwa kamu betul-betul sayang aku. Kalau kamu betul-betul sayang aku, kamu mestinya rela tidur dengan aku.”
Seorang gadis yang tidak emosional, yang mampu mengendalikan pikiran dan emosinya dengan baik, akan menolak permintaan ini. Apa yang terjadi kalau setelah ia menyerahkan kegadisannya, laki-laki ini kemudian meninggalkannya? Apa yang terjadi kalau dia menjadi hamil karena keputusannya itu? Siapa yang mau bertanggung jawab? Selain itu, ia harus bertanya pula apakah tubuhnya secara fisiologis sudah siap untuk melahirkan bayi? Data-data medis menunjukkan bahwa perempuan yang hamil dan melahirkan pada usia yang terlalu muda cenderung mengalami kematian pada proses melahirkan karena memang tubuhnya tidak siap untuk proses yang sangat berat itu. Semua ini harus menjadi dasar pertimbangan yang matang, dan di situ kedewasaan kamu akan terlihat dan diuji.
Masa remaja adalah masa yang menyenangkan sekaligus menyulitkan karena ini adalah masa transisi. Akan tiba masanya kamu akan bertumbuh dan menjadi dewasa. Seiring dengan perkembangan menuju kedewasaan itu, kamu juga akan mengalami perkembangan emosi dan menemukan jati diri kamu. Itulah sebabnya kamu perlu menemukan dan mengenal terlebih dahulu akan konsep diri kita. Kamu harus memiliki konsep diri yang positif dan berusaha mengubah dirimu serta cara pandangmu terhadap persoalan di dalam hidup sehingga kamu akan dapat menanggapi segala permasalahan dengan cara yang positif pula.
Kita sudah melihat bagaimana sifat kekanak-kanakan, egoisme, emosi, bisa menyebabkan kita mengambil keputusan-keputusan yang keliru dan bahkan merugikan kita. Kita sudah melihat bahwa pemahaman tentang diri sendiri yang kadang-kadang harus berani menerima kekurangan dan kekalahan justru adalah sikap yang penting sebagai ciri-ciri kedewasan kita. Kita juga sudah melihat betapa pentingnya hidup bersama dengan firman Tuhan setiap hari supaya kita bisa bertumbuh menjadi dewasa, matang, dan bertanggung jawab dalam hidup kalian.
Kesetiaan mempelajari dan menjalankan firman Tuhan dalam hidup kita – bahkan sejak kita masih kanak-kanak – akan membimbing kita ke dalam kehidupan yang berhikmat, seperti yang diperlihatkan oleh Samuel dan Salomo.
0 komentar
Posting Komentar