Memahami makna al-Asma’u al-Husna: Al-Jāmi’ dan Al-‘Adl - Materi pembahasan kali ini mengenai pemahaman makna al-Asma’u al-Husna: Al-Jāmi’ dan Al-‘Adl, berikut penjelasannya:
Penghimpunan ini ada berbagai macam bentuknya, di antaranya adalah mengumpulkan seluruh makhluk yang beraneka ragam, termasuk manusia dan lain-lainnya, di permukaan bumi ini dan kemudian mengumpulkan mereka di padang mahsyar pada hari kiamat. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya”. Sesungguhnya Allah Swt. tidak menyalahi janji.”(Q.S. Ali Imrān/3:9).
Allah Swt. akan menghimpun manusia di akhirat kelak sama dengan orang-orang yang satu golongan di dunia. Hal ini bisa dijadikan sebagai barometer, kepada siapa kita berkumpul di dunia itulah yang akan menjadi teman kita di akhirat. Walaupun kita berjauhan secara fisik, akan tetapi hati kita terhimpun, di akhirat kelak kita juga akan terhimpun dengan mereka. Begitupun sebaliknya walaupun kita berdekatan secara fisik akan tetapi hati kita jauh, maka kita juga tidak akan berkumpul dengan mereka.
Oleh sebab itu, apabila di dunia hati kita terhimpun dengan orang-orang yang selalu memperturutkan hawa nafsunya, di akhirat kelak kita akan berkumpul dengan mereka di dalam neraka. Karena orang-orang yang selalu memperturutkan hawa nafsunya, tempatnya adalah di neraka.
Begitupun sebaliknya, apabila kecenderungan hati kita terhimpun dengan orang-orang yang beriman, bertakwa dan orang-orang saleh, di akhirat kelak kita juga akan terhimpun dengan mereka. Karena tidaklah mungkin orang-orang beriman hatinya terhimpun dengan orang-orang kafir dan orang-orang kafir juga tidak mungkin terhimpun dengan orang-orang beriman.
Allah Swt. juga mengumpulkan di dalam diri seorang hamba ada yang lahir di anggota tubuh dan hakikat batin di dalam hati. Barang siapa yang sempurna ma’rifatnya dan baik tingkah lakunya, maka ia disebut juga sebagai al-Jāmi’. Dikatakan bahwa al-Jāmi’ ialah orang yang tidak padam cahaya ma’rifatnya.
Artinya : “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (al-Qur’ān, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-An’ām/6:115).
Al-‘Adl berasal dari kata ‘adala yang berarti lurus dan sama. Orang yang adil adalah orang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan inilah yang menunjukkan orang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih. Adil juga dimaknai sebagai penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya.
Allah Swt. dinamai al-‘Adl karena keadilan Allah Swt. adalah sempurna. Dengan demikian semua yang diciptakan dan ditentukan oleh Allah Swt. sudah menunjukkan keadilan yang sempurna. Hanya saja, banyak di antara kita yang tidak menyadari atau tidak mampu menangkap keadilan Allah Swt. terhadap apa yang menimpa makhluk-Nya. Karena itu, sebelum menilai sesuatu itu adil atau tidak, kita harus dapat memperhatikan dan mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan kasus yang akan dinilai. Akal manusia tidak dapat menembus semua dimensi tersebut.
Seringkali ketika manusia memandang sesuatu secara sepintas dinilainya buruk, jahat, atau tidak adil, tetapi jika dipandangnya secara luas dan menyeluruh, justru sebaliknya, merupakan suatu keindahan, kebaikan, atau keadilan. Tahi lalat secara sepintas terlihat buruk, namun jika berada di tengah-tengah wajah seseorang dapat terlihat indah. Begitu juga memotong kaki seseorang (amputasi) terlihat kejam, namun ketika dikaitkan dengan penyakit yang mengharuskannya untuk dipotong, hal tersebut merupakan suatu kebaikan. Di situlah makna keadilan yang tidak gampang menilainya.
Allah Swt. Mahaadil. Dia menempatkan semua manusia pada posisi yang sama dan sederajat. Tidak ada yang ditinggikan hanya karena keturunan, kekayaan, atau karena jabatan. Dekat jauhnya posisi seseorang dengan Allah Swt. hanya diukur dari seberapa besar mereka berusaha meningkatkan takwanya. Makin tinggi takwa seseorang, makin tinggi pula posisinya, makin mulia dan dimuliakan oleh Allah Swt., begitupun sebaliknya.
Sebagian dari keadilan-Nya, Dia hanya menghukum dan memberi sanksi kepada mereka yang terlibat langsung dalam perbuatan maksiat atau dosa. Istilah dosa turunan, hukum karma, dan lain semisalnya tidak dikenal dalam syari’at Islam. Semua manusia di hadapan Allah Swt. akan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri.
Lebih dari itu, keadilan Allah Swt. selalu disertai dengan sifat kasih sayang. Dia memberi pahala sejak seseorang berniat berbuat baik dan melipatgandakan pahalanya jika kemudian direalisasikan dalam amal perbuatan. Sebaliknya, Dia tidak langsung memberi catatan dosa selagi masih berupa niat berbuat jahat. Sebuah dosa baru dicatat apabila seseorang telah benar-benar berlaku jahat.
Sekian pembahasan mengenai Memahami makna al-Asma’u al-Husna: Al-Jāmi’ dan Al-‘Adl, semoga bermanfaat.
Memahami makna al-Asma’u al-Husna: Al-Jāmi’ dan Al-‘Adl
Al-Jāmi’
Al-Jāmi’ secara bahasa artinya Yang Maha Mengumpulkan/Menghimpun, yaitu bahwa Allah Swt. Maha Mengumpulkan/Menghimpun segala sesuatu yang tersebar atau terserak. Allah Swt. Maha Mengumpulkan apa yang dikehendaki-Nya dan di mana pun Allah Swt. berkehendak.Penghimpunan ini ada berbagai macam bentuknya, di antaranya adalah mengumpulkan seluruh makhluk yang beraneka ragam, termasuk manusia dan lain-lainnya, di permukaan bumi ini dan kemudian mengumpulkan mereka di padang mahsyar pada hari kiamat. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya”. Sesungguhnya Allah Swt. tidak menyalahi janji.”(Q.S. Ali Imrān/3:9).
Allah Swt. akan menghimpun manusia di akhirat kelak sama dengan orang-orang yang satu golongan di dunia. Hal ini bisa dijadikan sebagai barometer, kepada siapa kita berkumpul di dunia itulah yang akan menjadi teman kita di akhirat. Walaupun kita berjauhan secara fisik, akan tetapi hati kita terhimpun, di akhirat kelak kita juga akan terhimpun dengan mereka. Begitupun sebaliknya walaupun kita berdekatan secara fisik akan tetapi hati kita jauh, maka kita juga tidak akan berkumpul dengan mereka.
Oleh sebab itu, apabila di dunia hati kita terhimpun dengan orang-orang yang selalu memperturutkan hawa nafsunya, di akhirat kelak kita akan berkumpul dengan mereka di dalam neraka. Karena orang-orang yang selalu memperturutkan hawa nafsunya, tempatnya adalah di neraka.
Begitupun sebaliknya, apabila kecenderungan hati kita terhimpun dengan orang-orang yang beriman, bertakwa dan orang-orang saleh, di akhirat kelak kita juga akan terhimpun dengan mereka. Karena tidaklah mungkin orang-orang beriman hatinya terhimpun dengan orang-orang kafir dan orang-orang kafir juga tidak mungkin terhimpun dengan orang-orang beriman.
Allah Swt. juga mengumpulkan di dalam diri seorang hamba ada yang lahir di anggota tubuh dan hakikat batin di dalam hati. Barang siapa yang sempurna ma’rifatnya dan baik tingkah lakunya, maka ia disebut juga sebagai al-Jāmi’. Dikatakan bahwa al-Jāmi’ ialah orang yang tidak padam cahaya ma’rifatnya.
Baca Juga:
Al-‘Adl
Al-‘Adl artinya Mahaadil. Keadilan Allah Swt. bersifat mutlak, tidak dipengaruhi oleh apa pun dan oleh siapa pun. Keadilan Allah Swt. juga didasari dengan ilmu Allah Swt. yang MahaLuas. Sehingga tidak mungkin keputusan-Nya itu salah. Allah Swt. berfirman:Artinya : “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (al-Qur’ān, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-An’ām/6:115).
Al-‘Adl berasal dari kata ‘adala yang berarti lurus dan sama. Orang yang adil adalah orang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan inilah yang menunjukkan orang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih. Adil juga dimaknai sebagai penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya.
Allah Swt. dinamai al-‘Adl karena keadilan Allah Swt. adalah sempurna. Dengan demikian semua yang diciptakan dan ditentukan oleh Allah Swt. sudah menunjukkan keadilan yang sempurna. Hanya saja, banyak di antara kita yang tidak menyadari atau tidak mampu menangkap keadilan Allah Swt. terhadap apa yang menimpa makhluk-Nya. Karena itu, sebelum menilai sesuatu itu adil atau tidak, kita harus dapat memperhatikan dan mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan kasus yang akan dinilai. Akal manusia tidak dapat menembus semua dimensi tersebut.
Memahami makna al-Asma’u al-Husna: Al-Jāmi’ dan Al-‘Adl |
Seringkali ketika manusia memandang sesuatu secara sepintas dinilainya buruk, jahat, atau tidak adil, tetapi jika dipandangnya secara luas dan menyeluruh, justru sebaliknya, merupakan suatu keindahan, kebaikan, atau keadilan. Tahi lalat secara sepintas terlihat buruk, namun jika berada di tengah-tengah wajah seseorang dapat terlihat indah. Begitu juga memotong kaki seseorang (amputasi) terlihat kejam, namun ketika dikaitkan dengan penyakit yang mengharuskannya untuk dipotong, hal tersebut merupakan suatu kebaikan. Di situlah makna keadilan yang tidak gampang menilainya.
Allah Swt. Mahaadil. Dia menempatkan semua manusia pada posisi yang sama dan sederajat. Tidak ada yang ditinggikan hanya karena keturunan, kekayaan, atau karena jabatan. Dekat jauhnya posisi seseorang dengan Allah Swt. hanya diukur dari seberapa besar mereka berusaha meningkatkan takwanya. Makin tinggi takwa seseorang, makin tinggi pula posisinya, makin mulia dan dimuliakan oleh Allah Swt., begitupun sebaliknya.
Sebagian dari keadilan-Nya, Dia hanya menghukum dan memberi sanksi kepada mereka yang terlibat langsung dalam perbuatan maksiat atau dosa. Istilah dosa turunan, hukum karma, dan lain semisalnya tidak dikenal dalam syari’at Islam. Semua manusia di hadapan Allah Swt. akan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri.
Lebih dari itu, keadilan Allah Swt. selalu disertai dengan sifat kasih sayang. Dia memberi pahala sejak seseorang berniat berbuat baik dan melipatgandakan pahalanya jika kemudian direalisasikan dalam amal perbuatan. Sebaliknya, Dia tidak langsung memberi catatan dosa selagi masih berupa niat berbuat jahat. Sebuah dosa baru dicatat apabila seseorang telah benar-benar berlaku jahat.
Sekian pembahasan mengenai Memahami makna al-Asma’u al-Husna: Al-Jāmi’ dan Al-‘Adl, semoga bermanfaat.
0 komentar
Posting Komentar