Ayat-Ayat Al-Qur’ān dan Hadis tentang Perintah Berlaku Jujur
1. Q.S. al-Māidah/5:8
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”2. Q.S. at-Taubah/9:119
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah Swt., dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” Kandungan Q.S. al-Māidah/5:8Ayat ini memerintahkan kepada orang mukmin agar melaksanakan amal dan pekerjaan mereka dengan cermat, jujur, dan ikhlas karena Allah Swt., baik pekerjaan yang bertalian dengan urusan agama maupun pekerjaan yang bertalian dengan urusan kehidupan duniawi. Karena hanya dengan demikianlah mereka bisa sukses dan memperoleh hasil balasan yang mereka harapkan.
Dalam persaksian, mereka harus adil menerangkan apa yang sebenarnya, tanpa memandang siapa orangnya, sekalipun akan menguntungkan lawan dan merugikan sahabat dan kerabatnya sendiri. Ayat ini seirama dengan Q.S. an-Nisā/4:153 yaitu sama-sama menerangkan tentang seorang yang berlaku adil dan jujur dalam persaksian. Perbedaannya ialah dalam ayat tersebut diterangkan kewajiban berlaku adil dan jujur dalam persaksian walaupun kesaksian itu akan merugikan diri sendiri, ibu, bapak, dan kerabat, sedang dalam ayat ini diterangkan bahwa kebencian terhadap sesuatu kaum tidak boleh mendorong seseorang untuk memberikan persaksian yang tidak adil dan tidak jujur, walaupun terhadap lawan.
Menurut Ibnu Ka¡ir, maksud ayat di atas adalah agar orang-orang yang beriman menjadi penegak kebenaran karena Allah Swt., bukan karena manusia atau karena mencari popularitas, menjadi saksi dengan adil dan tidak curang, jangan pula kebencian kepada suatu kaum menjadikan kalian berbuat tidak adil terhadap mereka, tetapi terapkanlah keadilan itu kepada setiap orang, baik teman ataupun musuh karena sesungguhnya perbuatan adil menghantarkan pelakunya memperoleh derajat takwa.
Terkait dengan menjadi saksi dengan adil, ditegaskan dari Nu’man bin Basyir, “Ayahku pernah memberiku suatu hadiah. Lalu ibuku, ‘Amrah binti Rawahah, berkata, ‘Aku tidak rela sehingga engkau mempersaksikan hadiah itu kepada Rasulullah saw. Kemudian, ayahku mendatangi beliau dan meminta beliau menjadi saksi atas hadiah itu. Maka Rasulullad saw. pun bersabda:
Artinya: “Apakah setiap anakmu engkau beri hadiah seperti itu juga? ‘Tidak’, jawabnya. Maka beliau pun bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah Swt., dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian!’ lebih lanjut beliau bersabda, ‘Sesungguhnya, aku tidak mau bersaksi atas suatu ketidakadilan.’ Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali pemberian tersebut.”
Kandungan Q.S. at-Taubah/9:119
Dalam ayat ini, Allah Swt. menunjukkan seruan-Nya dan memberikan bimbingan kepada orang-orang yang beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya, agar mereka tetap dalam ketakwaan serta mengharapkan rida-Nya, dengan cara menunaikan segala kewajiban yang telah ditetapkan-Nya, dan menjauhi segala larangan yang telah ditentukan-Nya, dan hendaklah senantiasa bersama orang-orang yang benar dan jujur, mengikuti ketakwaan, kebenaran dan kejujuran mereka. Dan jangan bergabung kepada kaum munafik, yang selalu menutupi kemunafikan mereka dengan kata-kata dan perbuatan bohong serta ditambah pula dengan sumpah palsu dan alasan-alasan yang tidak benar.
3. Hadis dari Abdullah bin Mas’ud ra.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda, “Hendaklah kamu berlaku jujur karena kejujuran menuntunmu pada kebenaran, dan kebenaran menuntunmu ke surga. Dan sesantiasa seseorang berlaku jujur dan selalu jujur sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai orang yang jujur. Dan hindarilah olehmu berlaku dusta karena kedustaan menuntunmu pada kejahatan, dan kejahatan menuntunmu ke neraka. Dan seseorang senantiasa berlaku dusta dan selalu dusta sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai pendusta.” (H.R. Muslim)Kandungan Hadis
Dalam sebuah hadis panjang yang berasal dari Syihab diceritakan bahwa ketika Rasulullah saw. akan melakukan gazwah (penyerangan) ke Tabuk untuk menyerang tentara Romawi dan orang-orang Kristen di Syam, salah seorang sahabat yang bernama Ka’ab bin Malik mangkir dari pasukan perang, Ka’ab menceritakan bahwa mangkirnya ia dari peperangan tersebut bukan karena sakit ataupun ada suatu masalah tertentu, bahkan menurutnya hari itu justru ia sedang dalam kondisi prima dan lebih prima dari hari-hari sbelumnya. Tetapi entah mengapa ia merasa enggan untuk bergabung bersama pasukan Rasulullah saw. sampai akhirnya ia ditinggalkan oleh pasukan Rasulullah saw.Sekembalinya pasukan Rasulullah saw. ke Madinah, ia pun bergegas menemui Rasulullah saw. dan berkata jujur tentang apa yang ia lakukan. Akibatnya, Rasul menjadi murka, begitu pula sahabat-sahabat lainnya. Ia pun dikucilkan bahkan diperlakukan seperti bukan orang Islam, sampai-sampai Rasulullah saw. memerintahkannya untuk berpisah dengan istrinya. Setelah lima puluh hari berselang, turunlah wahyu kepada Rasulullah saw. yang menjelaskan bahwa Allah Swt. telah menerima taubat Ka’ab dan dua orang lainnya. Allah Swt. benar-benar telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan Anśar yang mengikutinya dalam saat-saat sulit setelah hampir-hampir saja hati sebagian mereka bermasalah. Kemudian, Allah Swt. menerima taubat mereka dan taubat tiga orang yang mangkir dari jihad sampai-sampai mereka merasa sumpek dan menderita. Sesungguhnya Allah Swt. Maha Pengasih dan Penyayang.
Ketika ia diberi kabar gembira bahwa Allah Swt. telah menerima taubatnya, dan Rasulullah saw. telah memaafkannya, Ka’ab berkata, “Demi Allah Swt. tidak ada nikmat terbesar dari Allah Swt. setelah nikmat hidayah Islam selain kejujuranku kepada Rasulullah saw. dan ketidakbohonganku kepada beliau sehingga saya tidak binasa seperti orang-orang yang berdusta, sesungguhnya Allah Swt. berkata tentang mereka yang berdusta dengan seburuk-buruk perkataan.
0 komentar
Posting Komentar