Pengertian Yajna Dalam Ramayana - Masih ingatkah kita kapan terakhir kali kita bersyukur kepada Hyang Widhi atau Tuhan? Mungkin kita tidak menyadari bahwa ternyata sudah cukup lama kita tidak mengucapkan syukur lagi kepada Hyang Widhi/Tuhan. Atau mungkin kita pernah merasa bahwa segala apa yang kita perbuat adalah hasil dari usaha dan kerja keras kita, jadi untuk apa kita bersyukur kepada Hyang Widhi/Tuhan?
Bahkan sebagian orang menyalahkan Hyang Widhi/Tuhan atas apa yang mereka alami dalam kehidupannya. Mereka merasa bahwa Hyang Widhi/Tuhan tidak adil bagi mereka. Kalau kita mau merenung sejenak, kita akan menyadari bahwa masih banyak yang bisa kita syukuri dalam kehidupan kita. Mungkin saat ini kita belum mendapatkan apapun yang menjadi keinginan kita. Tetapi ketika kita mencoba melihat ke “bawah”, masih banyak orang lain yang lebih menderita dari apa yang kita alami saat ini. Kalau kita masih mempunyai keluarga, kita masih beruntung dibanding sebagian orang yang sudah tidak mempunyai keluarga lagi. Atau bagi yang masih memiliki pekerjaan yg biasa-biasa saja, masih jauh lebih beruntung dibanding dengan mereka yang belum mendapat pekerjaan. Kalau kita masih memiliki anggota tubuh yang lengkap dan sehat, kita seharusnya merasa lebih beruntung dibanding dengan yang mengalami cacat tubuh atau sedang menderita suatu penyakit.
Apapun kondisi dan masalah yang kita hadapi, entah itu baik ataupun buruk, Hyang Widhi/Tuhan menginginkan agar kita senantiasa mengucap syukur. Bersyukur dengan apa yang masih kita miliki saat ini. Bersyukur kalau kita masih bisa menikmati hidangan walaupun sangat sederhana. Kalaupun kita diberkati dengan harta kekayaan, tetaplah ucapkan syukur kepada Hyang Widhi/Tuhan oleh karena-Nya semua itu ada.
Manusia memiliki rasa dan pikiran dan dalam tatanan kehidupan sosial terikat pada aturan susila dan moral. Dengan olah rasa yang baik maka rasa syukur merupakan salah satu motivasi utama untuk selalu berbuat kebajikan. Kita diberikan hidup sebagai manusia, dilahirkan pada keluarga yang satwam, berada pada lingkungan sosial yang baik, dan diciptakan bersama bumi yang penuh keindahan dan kedamaian, adalah suatu yang luar biasa. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi manusia bijak untuk tidak bersyukur dan tidak berterima kasih kepada Sang Pencipta. Ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Hyang Widhi/Tuhan itulah dilakukan dengan Yajña.
Dari satu sloka di atas jelas bahwa manusia harus berkorban untuk mencapai tujuan dan keinginannya. Kesempurnaan dan kebahagiaan tak mungkin akan tercapai tanpa ada pengorbanan. Contoh sederhana bila kita memiliki secarik kain dan berniat untuk menjadikannya sepotong baju, maka kain yang utuh tersebut harus direlakan untuk dipotong sesuai dengan pola yang selanjutnya potongan-potongan tersebut dijahit kembali sehingga berwujud baju. Sedangkan potongan yang tidak diperlukan tentu harus dibuang. Jika kita bersikukuh tidak rela kainnya dipotong dan dibuang sebagian maka sangat mustahil akan memperoleh sepotong baju.
Dalam Ṛgveda VIII, 40. 4. Yajña artinya pengorbanan atau persembahan. Yajña merupakan suatu perbuatan dan kegiatan yang dilakukan dengan penuh keikhlasan untuk melakukan persembahan kepada Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa yang pada pelaksanaan di dalamnya mengandung unsur Karya (perbuatan), Śreya (tulus ikhlas), Budhi (kesadaran), dan Bhakti (persembahan).
Selama ini Yajña dipahami hanyalah sebatas piodalan atau menghaturkan persembahan (Banten). Arti Yajña yang sebenarnya adalah pengorbanan atau persembahan secara tulus. Yajamāna artinya orang yang melakukan atau melaksanakan Yajña, sedangkan Yajus berarti aturan tentang Yajña. Segala yang dikorbankan atau dipersembahkan kepada Hyang Widhi/Tuhan dengan penuh kesadaran, baik itu berupa pikiran, kata-kata dan perilaku yang tulus demi kesejahtraan alam semesta disebut dengan Yajña.
Latar belakang manusia untuk melakukan Yajña adalah adanya Ṛṇa (hutang). Dari Tri Ṛṇa kemudian menimbulkan Pañca Yajña yaitu dari Dewa Ṛna menimbulkan deva Yajña dan Bhuta Yajña, dari Ṛsī Ṛna menimbulkan Ṛsī Yajña, dan dari Pitra Ṛna menimbulkan Pitra Yajña dan Manusa Yajña. Kesemuanya itu memiliki tujuan untuk mengamalkan ajaran agama Hindu sesuai dengan petunjuk Veda, meningkatkan kualitas kehidupan, pembersīhan spiritual dan penyucian serta merupakan suatu sarana untuk dapat menghubungkan diri dengan Hyang Widhi/Tuhan.
Inti dari Yajña adalah persembahan dan bhakti manusia kepada Hyang Widhi/ Tuhan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Sarana upacara inilah disebut dengan upakara/banten. Melalui sarana berupa upakara atau banten ini, umat Hindu menyampaikan bhaktinya kepada Hyang Widhi/Tuhan. Banten yang dipersembahkan dimulai dari tingkatan yang terkecil sampai terbesar (kanista, madya, utama). Kemudian banten ini dipersembahkan ketika ada upacara/piodalan juga hari-hari raya menurut agama Hindu.
Hari raya tersebut jatuh sesuai dengan wewaran, wuku, dan sasih. Wewaran misalnya kajeng kliwon, wuku misalnya buda wage kelawu dan sasih misalnya kapat, kelima, kedasa dan sebagainya. Upacara Yajña adalah merupakan langkah yang diyakini sebagai ajaran bhakti dalam agama Hindu. Dalam Atharvaveda XII.1.1disebutkan Yajña adalah salah satu penyangga bumi.
Satyaṁ bṛhadṛtamugra dīkṣā tapo
brahma Yajñaḥ pṛthīviṁ dhārayanti,
sā no bhutāsya bhavy asya
patyuruṁ lokaṁ pṛthivī naḥ kṛṇotu
(Atharvaveda XII.1.1)
Terjemahan:
Sesungguhnya kebenaran (satya) hukum yang agung, yang kokoh dan suci (rta), diksa, tapa brata, Brahma dan juga Yajña yang menegakkan dunia semoga dunia ini, ibu kami sepanjang masa memberikan tempat yang lega bagi kami.
Demikian disebutkan dalam kitab Atharvaveda. Pemeliharaan kehidupan di dunia ini dapat berlangsung terus sepanjang Yajña terus menerus dapat dilakukan oleh umat manusia. Demikian pula Yajña adalah pusat terciptanya alam semesta atau Bhuwana Agung sebagaimana diuraikan dalam kitab Yajurveda. Disamping sebagai pusat terciptanya alam semesta, Yajña juga merupakan sumber berlangsungnya perputaran kehidupan yang dalam kitab Bhagavad gītā disebut Cakra Yajña. Kalau Cakra Yajña ini tidak berputar maka kehidupan ini akan mengalami kehancuran.
Saha Yajñaḥ prajāḥ sṣṛtvā
Puro’vāca prajāpatiḥ
aneṇa prasaviṣyadhvam
eṣa vo ‘stv iṣṭa kāmandhuk
(Bhagavadgītā III.10)
Terjemahan:
Pada jaman dahulu kala Prajāpati menciptakan manusia dengan Yajña dan bersabda: “dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kāmandhuk dari keinginanmu”.
Hyang Widhi/Tuhan menciptakan manusia dengan Yajña. Dengan Yajña pulalah manusia mengembang dan memelihara kehidupannya. Keikhlasan dan kesucian diri adalah dasar melaksanakan suatu Yajña. Kesucian diri dicerminkan dalam kehidupan yang benar memiliki kesiapan rohani dan jasmani seperti mantapnya Śraddhā, rasa bhakti, keimanan, kesucian hati maupun kehidupan yang suci sesuai dengan moral dan spiritual. Veda menguraikan empat cara yang berbeda untuk mengungkapkan ajaran Veda.
ṛcāṁ tvaḥ poṣamāste pupuṣvām
gāyatraṁ tvo gāyati śakvaīṣu,
brahmā tvo vadati jātavidyāṁ
Yajñasya māntrām vi mimīta u tvaḥ
(Ṛgveda, X.71.II)
Terjemahan:
Seorang bertugas mengucapkan śloka- śloka Veda, seorang melakukan nyanyian pujaan dalam sakrawari, seorang lagi yang menguasai pengetahuan Veda mengajarkan isi Veda, dan yang lain mengajarkan tata cara melaksanakan korban (Yajña).
Demikianlah Yajña merupakan salah satu cara mengungkapkan ajaran Veda. Oleh kerana itu Yajña merupakan simbol pengejawantahan ajaran Veda, yang dilukiskan dalam bentuk simbol-simbol (niyasa). Melalui niyasa dalam ajaran Yajña realisasi ajaran agama Hindu diwujudkan untuk lebih mudah dapat dihayati, dilaksanakan dan meningkatkan kemantapan dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan itu sendiri. Kebesaran dan keagungan Hyang Widhi/Tuhan yang dipuja, perasaan hati pemuja-Nya, maupun wujud persembahan semuanya. Melalui lukisan niyasa dalam upakara, umat Hindu ingin menghadirkan Hyang Widhi/Tuhan yang akan disembah serta mempersembahkan isi dunia yang terbaik.
Pengertian Yajna Dalam Ramayana
Mungkin sebagian dari kita berkata bahwa sudah sekian lama juga berdoa dan berharap kepada Hyang Widhi/Tuhan, tetapi tidak juga menerima jawaban atas segala masalah, jadi untuk apalagi kita berharap dan bersyukur kepada-Nya. Banyak hal yang bisa membuat kita tidak lagi bersyukur kepada Hyang Widhi/Tuhan. Melalui keadaan, masalah, pekerjaan, keluarga dan banyak lagi yang bisa membuat kita justru malah bersungut-sungut dihadapan Hyang Widhi/Tuhan.Pengertian Yajna Dalam Ramayana |
Apapun kondisi dan masalah yang kita hadapi, entah itu baik ataupun buruk, Hyang Widhi/Tuhan menginginkan agar kita senantiasa mengucap syukur. Bersyukur dengan apa yang masih kita miliki saat ini. Bersyukur kalau kita masih bisa menikmati hidangan walaupun sangat sederhana. Kalaupun kita diberkati dengan harta kekayaan, tetaplah ucapkan syukur kepada Hyang Widhi/Tuhan oleh karena-Nya semua itu ada.
Manusia memiliki rasa dan pikiran dan dalam tatanan kehidupan sosial terikat pada aturan susila dan moral. Dengan olah rasa yang baik maka rasa syukur merupakan salah satu motivasi utama untuk selalu berbuat kebajikan. Kita diberikan hidup sebagai manusia, dilahirkan pada keluarga yang satwam, berada pada lingkungan sosial yang baik, dan diciptakan bersama bumi yang penuh keindahan dan kedamaian, adalah suatu yang luar biasa. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi manusia bijak untuk tidak bersyukur dan tidak berterima kasih kepada Sang Pencipta. Ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Hyang Widhi/Tuhan itulah dilakukan dengan Yajña.
Dari satu sloka di atas jelas bahwa manusia harus berkorban untuk mencapai tujuan dan keinginannya. Kesempurnaan dan kebahagiaan tak mungkin akan tercapai tanpa ada pengorbanan. Contoh sederhana bila kita memiliki secarik kain dan berniat untuk menjadikannya sepotong baju, maka kain yang utuh tersebut harus direlakan untuk dipotong sesuai dengan pola yang selanjutnya potongan-potongan tersebut dijahit kembali sehingga berwujud baju. Sedangkan potongan yang tidak diperlukan tentu harus dibuang. Jika kita bersikukuh tidak rela kainnya dipotong dan dibuang sebagian maka sangat mustahil akan memperoleh sepotong baju.
Memahami Teks
Yajña dalam agama Hindu adalah aspek keimanan dan upacara dalam ajaran Hindu merupakan bagian daripada Yajña, bukan sebaliknya Yajña itu bagian dari upacara. Yajña mempunyai arti yang sangat luas sekali. Menurut etimologi kata Yajña berasal dari kata yaj yang artinya memuja atau memberi pengorbanan atau menjadikan suci. Kata ini juga diartikan bertindak sebagai perantara.Pengertian Yajna Dalam Ramayana |
Selama ini Yajña dipahami hanyalah sebatas piodalan atau menghaturkan persembahan (Banten). Arti Yajña yang sebenarnya adalah pengorbanan atau persembahan secara tulus. Yajamāna artinya orang yang melakukan atau melaksanakan Yajña, sedangkan Yajus berarti aturan tentang Yajña. Segala yang dikorbankan atau dipersembahkan kepada Hyang Widhi/Tuhan dengan penuh kesadaran, baik itu berupa pikiran, kata-kata dan perilaku yang tulus demi kesejahtraan alam semesta disebut dengan Yajña.
Latar belakang manusia untuk melakukan Yajña adalah adanya Ṛṇa (hutang). Dari Tri Ṛṇa kemudian menimbulkan Pañca Yajña yaitu dari Dewa Ṛna menimbulkan deva Yajña dan Bhuta Yajña, dari Ṛsī Ṛna menimbulkan Ṛsī Yajña, dan dari Pitra Ṛna menimbulkan Pitra Yajña dan Manusa Yajña. Kesemuanya itu memiliki tujuan untuk mengamalkan ajaran agama Hindu sesuai dengan petunjuk Veda, meningkatkan kualitas kehidupan, pembersīhan spiritual dan penyucian serta merupakan suatu sarana untuk dapat menghubungkan diri dengan Hyang Widhi/Tuhan.
Inti dari Yajña adalah persembahan dan bhakti manusia kepada Hyang Widhi/ Tuhan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Sarana upacara inilah disebut dengan upakara/banten. Melalui sarana berupa upakara atau banten ini, umat Hindu menyampaikan bhaktinya kepada Hyang Widhi/Tuhan. Banten yang dipersembahkan dimulai dari tingkatan yang terkecil sampai terbesar (kanista, madya, utama). Kemudian banten ini dipersembahkan ketika ada upacara/piodalan juga hari-hari raya menurut agama Hindu.
Hari raya tersebut jatuh sesuai dengan wewaran, wuku, dan sasih. Wewaran misalnya kajeng kliwon, wuku misalnya buda wage kelawu dan sasih misalnya kapat, kelima, kedasa dan sebagainya. Upacara Yajña adalah merupakan langkah yang diyakini sebagai ajaran bhakti dalam agama Hindu. Dalam Atharvaveda XII.1.1disebutkan Yajña adalah salah satu penyangga bumi.
Satyaṁ bṛhadṛtamugra dīkṣā tapo
brahma Yajñaḥ pṛthīviṁ dhārayanti,
sā no bhutāsya bhavy asya
patyuruṁ lokaṁ pṛthivī naḥ kṛṇotu
(Atharvaveda XII.1.1)
Terjemahan:
Sesungguhnya kebenaran (satya) hukum yang agung, yang kokoh dan suci (rta), diksa, tapa brata, Brahma dan juga Yajña yang menegakkan dunia semoga dunia ini, ibu kami sepanjang masa memberikan tempat yang lega bagi kami.
Demikian disebutkan dalam kitab Atharvaveda. Pemeliharaan kehidupan di dunia ini dapat berlangsung terus sepanjang Yajña terus menerus dapat dilakukan oleh umat manusia. Demikian pula Yajña adalah pusat terciptanya alam semesta atau Bhuwana Agung sebagaimana diuraikan dalam kitab Yajurveda. Disamping sebagai pusat terciptanya alam semesta, Yajña juga merupakan sumber berlangsungnya perputaran kehidupan yang dalam kitab Bhagavad gītā disebut Cakra Yajña. Kalau Cakra Yajña ini tidak berputar maka kehidupan ini akan mengalami kehancuran.
Saha Yajñaḥ prajāḥ sṣṛtvā
Puro’vāca prajāpatiḥ
aneṇa prasaviṣyadhvam
eṣa vo ‘stv iṣṭa kāmandhuk
(Bhagavadgītā III.10)
Terjemahan:
Pada jaman dahulu kala Prajāpati menciptakan manusia dengan Yajña dan bersabda: “dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kāmandhuk dari keinginanmu”.
Hyang Widhi/Tuhan menciptakan manusia dengan Yajña. Dengan Yajña pulalah manusia mengembang dan memelihara kehidupannya. Keikhlasan dan kesucian diri adalah dasar melaksanakan suatu Yajña. Kesucian diri dicerminkan dalam kehidupan yang benar memiliki kesiapan rohani dan jasmani seperti mantapnya Śraddhā, rasa bhakti, keimanan, kesucian hati maupun kehidupan yang suci sesuai dengan moral dan spiritual. Veda menguraikan empat cara yang berbeda untuk mengungkapkan ajaran Veda.
ṛcāṁ tvaḥ poṣamāste pupuṣvām
gāyatraṁ tvo gāyati śakvaīṣu,
brahmā tvo vadati jātavidyāṁ
Yajñasya māntrām vi mimīta u tvaḥ
(Ṛgveda, X.71.II)
Terjemahan:
Seorang bertugas mengucapkan śloka- śloka Veda, seorang melakukan nyanyian pujaan dalam sakrawari, seorang lagi yang menguasai pengetahuan Veda mengajarkan isi Veda, dan yang lain mengajarkan tata cara melaksanakan korban (Yajña).
Demikianlah Yajña merupakan salah satu cara mengungkapkan ajaran Veda. Oleh kerana itu Yajña merupakan simbol pengejawantahan ajaran Veda, yang dilukiskan dalam bentuk simbol-simbol (niyasa). Melalui niyasa dalam ajaran Yajña realisasi ajaran agama Hindu diwujudkan untuk lebih mudah dapat dihayati, dilaksanakan dan meningkatkan kemantapan dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan itu sendiri. Kebesaran dan keagungan Hyang Widhi/Tuhan yang dipuja, perasaan hati pemuja-Nya, maupun wujud persembahan semuanya. Melalui lukisan niyasa dalam upakara, umat Hindu ingin menghadirkan Hyang Widhi/Tuhan yang akan disembah serta mempersembahkan isi dunia yang terbaik.
0 komentar
Posting Komentar