Pembagian Hukum Dalam Islam

>
Para ulama membagi hukum Islam ke dalam dua bagian, yaitu hukum taklifi dan hukum wad’i. Hukum taklifi adalah tuntunan Allah Swt. yang berkaitan dengan perintah dan larangan. Hukum wad’i adalah perintah Allah Swt. yang merupakan sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya sesuatu.

Memahami Al-Qurān, Hadis, dan Ijtihād sebagai Sumber Hukum Islam

1. Hukum Taklifi

Hukum taklifi terbagi ke dalam lima bagian, seperti berikut.
a. Wajib (fardu), yaitu aturan Allah Swt. yang harus dikerjakan, dengan konsekuensi bahwa jika dikerjakan akan mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan akan berakibat dosa. Pahala adalah sesuatu yang akan membawa seseorang kepada kenikmatan (surga). Sedangkan dosa adalah sesuatu yang akan membawa seseorang ke dalam kesengsaraan (neraka). Misalnya perintah wajib śalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.
Pembagian Hukum Dalam Islam
Pembagian Hukum Dalam Islam

b. Sunnah (mandub), yaitu tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan dengan konsekuensi jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan karena berat untuk melakukannya tidaklah berdosa. Misalnya ibadah śalat rawatib, puasa Senin-Kamis, dan sebagainya.

c. Haram (tahrim), yaitu larangan untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau perbuatan. Konsekuesinya adalah jika larangan tersebut dilakukan akan mendapatkan pahala, dan jika tetap dilakukan, akan mendapatkan dosa dan hukuman. Akibat yang ditimbulkan dari mengerjakan larangan Allah Swt. ini dapat langsung mendapat hukuman di dunia, ada pula yang dibalasnya di akhirat kelak. Misalnya larangan meminum minuman keras/narkoba/khamr, larangan berzina, larangan berjudi dan sebagainya.

d. Makruh (Karahah), yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan. Makruh artinya sesuatu yang dibenci atau tidak disukai. Konsekuensi hukum ini adalah jika dikerjakan tidaklah berdosa, akan
tetapi jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Misalnya adalah mengonsumsi makanan yang beraroma tidak sedap karena zatnya atau sifatnya.

e. Mubah (al-Ibahah), yaitu sesuatu yang boleh untuk dikerjakan dan boleh untuk ditinggalkan. Tidaklah berdosa dan berpahala jika dikerjakan ataupun ditinggalkan. Misalnya makan roti, minum susu, tidur di kasur, dan sebagainya.
Pengertian hukum wadh’i yaitu hukum yang memiliki tujuan untuk menjadikan suatu hal menjadi sebab atau menjadi syarat atau penghalang untuk sesuatu hal lain. Hukum ini dapat juga diartikan sebagai pertimbangan pada ilmu hukum.

2. Hukum wad’i


Contoh hukum wadh’i yang pertama (sesuatu sebagai sebab) yaitu seperti Firman Allah yang ada di dalam Al Qur’an yang artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki.” (QS. Al-Ma’idah : 6). Ayat ini dapat dipahami bahwa berwudhu menjadi sebab untuk melaksanakan sholat.


‘Sebab’ contohnya yakni melakukan perbuat terlarang yaitu zina yang di kenakan dengan hukuman dera. Hukuman dera yaitu wajib sholat dhuhur dan shalat magrib. Sebab ini pun masih di bedakan menjadi 2 bagian lagi yaitu sebab yang bukan perbuatan mukallaf yang menimbulkan wajibnya shalat dan satu lagi yaitu sebab dari perbuatan mukallaf yang menyebabkan adanya qishas.

‘Syarat’ contohnya yakni yang membuat shalat jadi sah yaitu berwudhu dan jika tanpa melakukan wudhu terlebih dahulu maka shalat tidak dapat di laksanakan, namun orang yang berwudhu tidak wajib melakukan sholat. Syarat ini juga di bagi menjadi 2 bagian yaitu syarat asy-syar’iyyah, misal apabila akad nikah akan di laksanakan maka harus di sah kan dengan adanya dua orang saksi dan syarat al-ja’liyyah yaitu mengenai talak yang di ucapkan suami pada istrinya.

Pengertian hukum wadh’i masih memiliki 3 macam hukum lagi yaitu ‘Mani’ yaitu hukum yang mengatur tentang warisan yang jika ahli waris membunuh orang yang hendak memberikan warisan maka akan terhalang dengan adanya hukum mani. Hukum mani ini di bagi menjadi 2 bagian yaitu mani sebagai penghalang adanya hukum dan mani sebagai penghalang hubungan sebab, hukum lainnya yaitu ‘Ash-shihah, Al-bathlan dan Al-fasad’, contoh pada hukum ash-shihah yaitu menjalankan shalat dengan melakukan wudhu sebelumnya dan tidak berhalangan atau mani maka shalat tersebut di anggap sah. Contoh hukum al-bathl yaitu jika seseorang sedang menjalankan shalat kemudian seseorang tersebut sedang haid atau nifas maka shalatnya di katakan tidak sah. Contoh hukum al-fasad yaitu di larang melakukan transaksi jual beli saat shalat jum’at sedang berlangsung, dan yang terakhir adalah hukum ‘Azimah dan Rukhshah’.

Pengertian hukum wadh’i berbeda beda maknanya maka Anda harus jeli untuk mengetahui tentang hukum ini agar tidak salah pengartian dan salah dalam tindakan. Sesungguhnya manusia hidup di dunia ini telah di beri aturan aturan oleh sang pencipta, aturan yang wajib di lakukan dan aturan yang wajib di hindari. Dan manusia yang melanggar akan di kenakan hukuman yang bertujuan baik untuk manusia. Memang tak bisa di pungkiri manusia hidup di dunia tidak pernah tidak melakukan perbuatan bersalah atau perbuatan dosa namun hukum ini dapat mengingatkan kita pada Allah.

Bacalah kisah berikut!
Umar bin Khattab keluar dari rumahnya bermaksud membunuh Nabi Muhammad saw. yang dinilainya telah memecah-belah masyarakat serta merendahkan sesembahan leluhur. Dalam perjalanannya mencari Nabi, ia bertemu dengan seorang yang menanyakan tujuannya. Orang itu kemudian berkata, “Tidak usah Muhammad yang kaubunuh, adikmu yang telah mengikutinya (masuk Islam), yang lebih wajar engkau urus.” Umar kemudian menemui adiknya, Fatimah, yang sedang bersama suaminya membaca lembaran ayat-ayat al-Qur’ān. Ditamparnya sang adik hingga bercucuran darah dari wajahnya. Diperlakukan seperti itu, Fatimah tidaklah gentar, ia bahkan balik menantang saudara laki-lakinya tersebut. “Memang benar kami telah memeluk Islam dan telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Berbuatlah sekehendakmu!”

Mendengar suara adik kesayangannya tersebut, hati umar tersentuh. Ia menyesali perbuatan kasar terhadap saudara perempuannya. Umar lalu berkata, “Berikan kepadaku lembaran ayat-ayat yang kalian baca itu! Aku ingin mengetahui ajaran yang dibawa oleh Muhammad.” “Wahai saudaraku!” kata Fatimah dengan lembut. “Engkau adalah kotor karena engkau orang musyrik, sedangkan al-Qur’ān tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah suci.” Mendengar kata-kata adiknya tersebut, Umar segera bergegas untuk bersuci. Kemudian Fatimah menyerahkan lembaran ayat-ayat al-Qur’ān surah °āhā. Setelah selesai membacanya, Umar berkata, “Alangkah indah dan agungnya kalimat-kalimat ini!” Umar pun kemudian segera mencari Rasulullah saw. untuk menyatakan keislamannya.

Menerapkan Perilaku Mulia terhadap al-Qur’ān, hadis, dan ijtihād
Perilaku mulia dari pemahaman terhadap al-Qur’ān, hadis, dan ijtihād sebagai sumber hukum Islam tergambar dalam aktivitas sebagai berikut.
  • Gemar membaca dan mempelajari al-Qur’ān dan hadis baik ketika sedang sibuk ataupun santai.
  • Berusaha sekuat tenaga untuk merealisasikan ajaran-ajaran al-Qur’ān dan hadis.
  • Selalu mengonfirmasi segala persoalan yang dihadapi dengan merujuk kepada al-Qur’ān dan hadis, baik dengan mempelajari sendiri atau bertanya kepada yang ahli di bidangnya.
  • Mencintai orang-orang yang senantiasa berusaha mempelajari dan mengamalkan ajaran-ajaran al-Qur’ān dan Sunnah.
  • Kritis terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi dengan terus-menerus berupaya agar tidak keluar dari ajaran-ajaran al-Qur’ān dan Sunnah.
  • Membiasakan diri berpikir secara rasional dengan tetap berpegang teguh kepada al-Qur’ān dan hadis.
  • Aktif bertanya dan berdiskusi dengan orang-orang yang dianggap memiliki keahlian agama dan berakhlak mulia.
  • Berhati-hati dalam bertindak dan melaksanakan sesuatu, apakah boleh dikerjakan ataukah ditinggalkan.
  • Selalu berusaha keras untuk mengerjakan segala kewajiban serta meninggalkan dan menjauhi segala larangan.
  • Membiasakan diri untuk mengerjakan ibadah-ibadah sunnah sebagai upaya menyempurnakan ibadah wajib karena khawatir belum sempurna.

Rangkuman

  • Al-Qur’ān adalah kalam Allah Swt. (wahyu) yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. melalui Malaikat Jibril dan diajarkan kepada umatnya, dan membacanya merupakan ibadah.
  • Hadis atau sunnah adalah segala ucapan atau perkataan, perbuatan, serta ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad saw. yang terlepas dari hawa nafsu dan perkara-perkara tercela.
  • Al-Qur’ān adalah sumber hukum utama selain sebagai kitab suci. Oleh karena itu, semua ketentuan hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’ān.
  • Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’ān. Dengan demikian, hadis memiliki fungsi yang sangat penting dalam hukum Islam. Di antara fungsi hadis, yaitu untuk menegaskan ketentuan yang telah ada dalam al-Qur’ān, menjelaskan ayat al-Qurān (bayan tafsir), dan menjelaskan ayat-ayat al-Qurān yang bersifat umum (bayan takhśiś).
  • Ijtihād artinya bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala kemampuan. Ijtihād yaitu upaya sungguh-sungguh mengerahkan segenap kemampuan akal untuk mendapatkan hukum-hukum syari’at pada masalah-masalah yang tidak ada nashnya. Ijtihād dilakukan dengan mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ atau ketentuan hukum yang bersifat operasional dengan mengambil kesimpulan dari prinsip dan aturan yang telah ada dalam al-Qur’ān dan Sunnah Nabi Muhammad saw.
  • Bersikap rasional, kritis, dan logis dalam beragama berarti selalu menanyakan landasan dan dasar (dalil) atas setiap amalan keagamaan yang dilakukan. Dengan cara ini seseorang akan dapat terbebas dari taqlid. Lawan taqlid adalah ittiba’, yaitu melaksanakan amalan-amalan keagamaan dengan mengetahui landasan dan dasarnya (dalil).
  • Merealisasikan dan menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan akan membawa manfaat besar bagi manusia. Semua aturan atau hukum yang bersumber dari Allah Swt. dan Rasul-Nya merupakan suatu aturan yang dapat membawa kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat.

0 komentar

Posting Komentar