Prinsip-Prinsip Pengelolaan Wakaf

>
Prinsip-Prinsip Pengelolaan Wakaf - Secara makro, wakaf diharapkan mampu memengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Orang-orang yang perlu bantuan berupa makanan, perumahan, sarana umum seperti masjid, rumah sakit, sekolah, pasar, dan lain-lain, bahkan modal untuk kepentingan pribadi dapat diberikan, bukan dalam bentuk pinjaman, tapi murni sedekah di jalan Allah Swt. Kondisi demikian akan memperingan beban ekonomi masyarakat. Kalau ia bergerak secara teratur, tentu akan lahir ekonomi masyarakat dengan biaya murah.

Prinsip-Prinsip Pengelolaan Wakaf

Menurut Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga pilosofi dasar yang harus ditekankan ketika hendak memberdayakan wakaf. Pertama, manajemennya harus dalam bingkai ‘proyek yang terintegrasi’. Kedua, azas kesejahteraan nazir. Ketiga, azas transparansi dan akuntabiliti dimana badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun tentang proses pengelolaan dana kepada umat dalam bentuk laporan audit keuangan termasuk kewajaran dari masing-masing pos biaya.
Prinsip-Prinsip Pengelolaan Wakaf
Prinsip-Prinsip Pengelolaan Wakaf

Adapun prinsip-prinsip pengelolaan wakaf adalah sebagai berikut.
  • Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah.
  • Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu.
  • Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang diperkenankan oleh syariah.
  • Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh wakif.
  • Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.
Pesan-Pesan Mulia
Kedermawanan Nabi Muhammad saw. dan Para Sahabat
Agama Islam adalah agama yang mengajarkan kedermawanan. Allah Swt. mempunyai sifat Rahman yang artinya Pemurah. Nabi Muhammad saw. meskipun bukan orang yang kaya paling gemar memberikan sesuatu kepada orang lain. Para sahabat Nabi juga merupakan orang-orang yang dermawan, terlebih mereka yang tergolong kaya. Banyak sekali ayat al-Qur’ān dan hadis Nabi Muhammad saw. yang memuji dan mendukung sifat-sifat murah hati dan gemar bersedekah. Demikian juga banyak seruan yang mencela sifat kikir atau menahan harta untuk disedekahkan.

Bahkan, kedermawanan Rasulullah saw. mengundang simpati orang untuk memeluk Islam. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadis bahwa Rasulullah saw. sama sekali tidak pernah mengatakan “tidak” jika ada yang meminta sesuatu darinya. Pernah ada orang dari suatu kaum yang masih kafir dan meminta kambing kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw. memberikan kambing sebanyak kambing yang ada di antara dua bukit. Orang tersebut demikian gembira dan langsung pulang ke kaumnya serta berseru, “Wahai kaumku, masuklah Islam. Karena sesungguhnya Muhammad saw. memberikan harta dengan pemberian seperti orang yang tidak takut miskin.” Maka, Islamlah satu kaum tersebut dengan sifat pemurahnya Nabi saw.

Abdurrahman bin ‘Auf salah seorang sahabat yang tergolong kaya, pernah diberi tahu Nabi saw. “Hai Abdurrahman bin ‘Auf, sesungguhnya engkau termasuk salah satu kalangan orang kaya dan engkau akan memasuki surga dengan merangkak. Berilah pinjaman kepada Allah (bersedekah) niscaya Allah akan menolongmu membuat kakimu berguna (sehingga engkau memasuki surga dengan berlari kencang).” (H.R. Ahmad)

Sejak mendengar penjelasan Nabi saw., Abdurrahman bin ‘Auf langsung memberikan pinjaman qardul hasan (pinjaman tanpa bunga) kepada kaum muslimin. Ia juga membeli tanah seharga 40 ribu dinar dan membagikannya kepada keluarganya dari Bani Zahra, istri-istri Nabi saw., dan kaum muslimin yang masih miskin. Suatu ketika ia pun menyediakan 500 kuda untuk jihad fisabilillah. Dalam kesempatan lain, ia bahkan sampai menyerahkan 1.500 ekor kuda.

Pada saat akan meninggal, ia berwasiat untuk menyerahkan hartanya sebanyak 50 ribu dinar pada kaum muslimin. Kepada pejuang perang Badar, ia mewasiatkan masing-masing diberinya 400 dinar. Bahkan sahabat Usman bin ‘Affan yang tergolong kaya tetap mengambil bagiannya. Kata Usman, “Sesungguhnya harta Abdurrahman itu halal dan suci. Makan dari harta itu berarti sehat dan berkah.”
(Dikutip dari: Buku Kebeningan Hati dan Pikiran).

Menerapkan Perilaku Mulia

Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Sebuah ungkapan yang menjelaskan tentang pentingnya berbagi. Islam menghendaki orang-orang yang memiliki kelebihan harta (kaya) untuk menyisihkan sebagian hartanya bagi mereka yang membutuhkan (miskin). Dalam ilmu fikih, membelanjakan atau memberikan sebagian harta yang dimiliki dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara yang biasa dilakukan oleh kaum muslimin di antaranya adalah: zakat, infak, śadaqah, dan wakaf. Masing-masing cara tersebut memiliki ketentuan masing-masing.

Zakat adalah pengeluaran harta yang dimiliki seseorang ketika sudah mencapai niśab (kadarnya) dan haul (waktunya). Besarnya harta yang dikeluarkan disesuaikan dengan harta zakatnya. Śadaqah dan infak adalah cara mengeluarkan harta yang dimiliki seseorang dengan tidak ditentukan kadar dan waktunya. Adapun wakaf ialah memberikan harta berupa benda yang dapat dimanfaatkan oleh orang banya, baik harta tersebut tetap maupun bergerak.

Banyak sekali keuntungan yang diperoleh dari orang-orang yang memberikan wakaf untuk kepentingan umat. Berikut adalah contoh perilaku yang mencerminkan sifat kedermawanan dalam membantu orang lain dalam bentuk wakaf.
  1. Mewakafkan buku-buku pelajaran untuk diberikan ke perpustakan sekolah.
  2. Mewakafkan pakaian layak pakai, termasuk seragam sekolah yang tidak dipakai lagi kepada yang membutuhkan.
  3. Mewakafkan al-Qur’ān untuk diberikan kepada masjid terdekat.
  4. Mewakafkan mukena, kain sarung, kapet dan sebagainya sebagai sarana perlengkapan śalat.
  5. Mewakafkan sebidang tanah untuk dijadikan fasilitas umum.

Rangkuman

  1. Wakaf termasuk ibadah maaliyah yang jika pengelola dan pengurusnya amanah, akan membuahkan hasil yang baik bagi kepentingan umum/agama.
  2. Sah tidaknya wakaf ditentukan syarat dan rukunnya.
  3. Pelaksanaan wakaf diatur oleh berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
  4. Pengelolaan wakaf tidak bersifat statis, tetapi dinamis.

0 komentar

Posting Komentar