Manfaat Mengetahui Hukum Tertib Kosmis (Niyama) - Pada pembahasan materi agama Budha kali ini mengenai manfaat mengetahui hukum tertib kosmis (Niyama) yang membahas lima hukum universal atau hukum kosmis diantaranya Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Citta Niyama, Dhamma Niyama untuk lebih jelasnya dapat disimak dalam penjelasan berikut ini!
Terdapat aneka macam fenomena alam dan kehidupan yang terjadi di sekitar kita. Fenomena tersebut bisa berupa fisik/materi maupun yang bersifat abstrak. Misalnya peristiwa adanya awan atau cuaca, halilintar, gempa bumi, hujan, dan berbagai peristiwa keanekaragaman kehidupan makhluk hidup, dan lain-lain.
Ada beberapa orang yang berpikir bahwa hanya ada satu dunia dan tidak mempercayai banyak siklus dunia pada masa lampau dan terdapat tak terhingga dunia yang akan mengikuti dunia sekarang pada masa yang akan datang. Mereka mempercayai bahwa dunia yang sekarang memiliki awal dan akhir. Dalam mencari sebab pertama permulaan dunia, mereka gagal. Namun, dengan merenungkan tentang rumah dan bangunan dengan perancang dan pembangunnya, mereka sampai pada kesimpulan bahwa dunia ini pasti memiliki penciptanya dan ia pastilah sang pencipta, mahabrahma, atau ’Tuhan’.
Dhamma Niyama merupakan hukum abadi yang meliputi alam semesta, yang membuat segala sesuatu bergerak sebagai dinyatakan oleh ilmu pengetahuan modern, seperti ilmu Fisika, Kimia, Biologi, Astronomi, Psikologi, dan sebagainya.
Dharma meliputi segala sesuatu yang bersyarat ataupun tidak bersyarat, yang muncul atau tidak muncul, serta yang nyata atau abstraks. Dharma bukanlah ciptaan para Buddha, Dharma tetap ada dan tetap akan ada selamanya. Para Buddha hanya penemu Dharma, setelah menemukannya Beliau membabarkannya kepada semua makhluk agar mereka yang telah siap dapat memperoleh manfaatnya.
Dengan demikian, ada atau tidak ada Buddha, hukum abadi itu akan tetap ada sepanjang zaman, seperti yang disabdakan Buddha sebagai berikut: ”O para Bhikkhu, apakah para Tatagatha muncul (di dunia) atau tidak, Dharma akan tetap ada, merupakan hukum yang abadi”(Dhamma Niyama Sutta).
Hukum Universal atau Tertib Kosmis terdiri atas lima rangkaian hukum, yaitu seperti dalam bagan berikut ini:
Dunia materi terbentuk dari empat unsur utama (mahabhuta), yaitu unsur padat (pathavi), cair (apo), api (tejo), dan vayo. Unsur padat atau ”tanah” merupakan unsur yang bersifat ”luasan” dan liat, yang berfungsi menjadi basis unsur lainnya. Unsur kedua tidak dapat saling mengikat tanpa dasar untuk ikatan tersebut; unsur ketiga tidak dapat menghangatkan tanpa basis bahan bakar; unsur keempat tidak dapat bergerak tanpa dasar untuk gerakannya; semua materi bahkan atom sekali pun membutuhkan unsur pathavi sebagai basisnya.
Unsur cair atau ”air” merupakan unsur yang bersifat kohesif (ikat-mengikat) dan dapat menyesuaikan diri, yang berfungsi memberikan sifat ikat-mengikat pada unsur lainnya. Unsur ini juga memberikan kelembaban dan cairan pada tubuh makhluk hidup.
Unsur panas atau ”api” merupakan unsur yang bersifat panas, yang memberikan fungsi panas dan dingin pada unsur lainnya. Karena unsur ini, semua materi dapat dihasilkan kembali untuk tumbuh dan berkembang setelah mencapai kematangan.
Unsur angin atau secara harfiah berarti ”udara” merupakan unsur yang bersifat gerakan dan memberikan fungsi gerak pada unsur lainnya. Unsur gerak ini membentuk kekuatan tarikan dan tolakan pada semua materi.
Unsur-unsur ini jika bertahan dalam kondisi yang tetap, dapat bertambah kekuatannya jika terdapat sebab yang cukup untuk bertambah, dan berkurang kekuatannya jika terdapat sebab yang cukup untuk berkurang. Misalnya, dalam benda padat unsur cair dapat memperoleh kekuatan gerak yang cukup sehingga menyebabkan benda padat tersebut mencair, dalam zat cair unsur panas dapat mengubahnya menjadi nyala api dan unsur cairnya hanya memberi sifat ikatan.
Karena sifat intensitas dan jumlahnya ini, keempat unsur tersebut disebut unsur besar (mahabhutani). Intensitas dan jumlah unsur-unsur ini mencapai puncaknya ketika terjadinya pembentukan dan kehancuran alam semesta. Energi (utu) merupakan benih awal semua fenomena pada dunia materi dan merupakan bentuk awal dari unsur panas.
Hukum energi merupakan proses berkelanjutan yang mengatur empat rangkaian pembentukan, kelanjutan, kehancuran, dan kekosongan alam semesta. Ia juga mengatur pergantian musim dan menentukan musim di mana tumbuhan menghasilkan bunga dan buah. Tidak ada yang mengatur kejadian-kejadian ini apakah manusia, dewa, atau Tuhan, kecuali hukum Utu Niyama ini.
Hukum pembenihan menentukan kecambah, tunas, batang, cabang, ranting, daun, bunga, dan buah di mana dapat tumbuh. Dengan demikian, biji jambu tidak akan berhenti menghasilkan keturunan spesies jambu yang sama. Hal ini juga berlaku untuk semua jenis tumbuhan lainnya dan tidak ada sosok pencipta yang mengaturnya.
Di sini kehendak merupakan kemauan (tindakan mental). Dalam melakukan sesuatu, baik maupun buruk, kehendak mempertimbangkan dan memutuskan langkah-langkah yang diambil, menjadi pemimpin semua fungsi mental yang terlibat dalam perbuatan tersebut. Ia menyediakan tekanan mental pada fungsi-fungsi ini terhadap objek yang diinginkan.
Dalam melaksanakan tugasnya, termasuk juga tugas-tugas semua proses mental lainnya yang terlibat, kehendak menjadi pemimpin tertinggi dalam pengertian ia memberitahukan semua sisanya. Kehendak menyebabkan semua aktivitas mental cenderung bergerak dalam satu arah.
Hukum perbuatan mengatur akibat-akibat dari suatu perbuatan apakah baik atau buruk. Contoh-contoh akibat moral dari suatu perbuatan dapat dijumpai dalam berbagai sutta, misalnya dalam Majjhima-Nikaya, Cula-Kamma-Vibhanga-Sutta: ”Akibat dari membunuh menyebabkan umur pendek, dan tidak melakukan pembunuhan menyebabkan umur panjang. Iri hati menghasilkan banyak perselisihan, sedangkan kebaikan hati menghasilkan perdamaian. Kemarahan merampas kecantikan seseorang, sedangkan kesabaran menambah kecantikan diri. Kebencian menghasilkan kelemahan, sedangkan persahabatan menghasilkan kekuatan. Pencurian menghasilkan kemiskinan, sedangkan pekerjaan yang jujur menghasilkan kemakmuran. Kesombongan berakhir dengan hilangnya kehormatan, sedangkan kerendahan hati membawa kehormatan. Pergaulan dengan orang bodoh menyebabkan hilangnya kebijaksanaan, sedangkan pengetahuan merupakan hadiah dari pergaulan dengan orang bijaksana.”
Di sini pernyataan ”membunuh menyebabkan umur pendek” mengandung makna bahwa ketika seseorang telah membunuh sekali saja manusia atau makhluk lainnya, perbuatan ini menyediakan akibat untuk terlahir kembali dalam keadaan menderita dengan berbagai cara. Selama masa ketika ia terlahir kembali sebagai manusia, perbuatan tersebut menyebabkannya berumur pendek dalam ribuan kelahiran. Penjelasan yang sejenis juga berlaku untuk pernyataan sebab akibat yang lain di atas. Oleh karena itu, Hukum Karma juga dikenal sebagai hukum sebab-akibat perbuatan.
Citta berarti ”ia yang berpikir” (perbuatan berpikir) yang mengandung pengertian: yang menyadari suatu objek. Juga berarti: menyelidiki atau memeriksa suatu objek. Lebih jauh lagi, citta dikatakan berbeda-beda bergantung pada berbagai bentuk pikiran atas objek. Hal ini dinyatakan dalam kitab Pali: ”Para bhikkhu, Aku tidak melihat hal lain yang sangat beraneka ragam seperti pikiran (citta). Para bhikkhu, Aku tidak melihat kelompok (nikaya) lain yang sangat beraneka ragam seperti makhluk-makhluk alam rendah (binatang, burung, dan seterusnya). Makhluk-makhluk alam rendah ini hanya berbeda dalam pikiran. Namun pikiran, O para bhikkhu, lebih beraneka ragam dibandingkan makhluk-makhluk ini” (Citten’eva cittikata. Samyutta-Nikaya, iii. 152).
Pikiran menjadi lebih beraneka ragam berkaitan dengan hal-hal yang tidak baik dibandingkan dengan hal-hal yang baik sehingga dikatakan ”Pikiran menyenangi hal-hal yang buruk”. Oleh sebab itu, mahkluk-makhluk di alam rendah yang dibuat dan diciptakan oleh pikiran lebih beraneka ragam dibandingkan semua makhluk lainnya. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Dikatakan dalam kitab Pali: ”O, para bhikkhu, Aku akan menyatakan bagaimana dunia berasal, dan bagaimana dunia berakhir.
Apakah asal mula dunia itu, O para bhikkhu? Dikondisikan oleh mata dan objek-objek muncul kesadaran penglihatan. Ketiga hal ini disebut kontak. Karena kontak, muncul perasaan; karena perasaan, muncul keinginan.... Demikianlah asal mula seluruh tubuh yang berpenyakitan ini. Dikondisikan oleh telinga dan objek-objek... oleh hidung... oleh lidah... oleh tubuh, dan seterusnya... dikondisikan oleh indera pikiran dan benda-benda muncul kesadaran pikiran. Ketiga hal ini adalah kontak. Karena kontak, muncul perasaan; karena perasaan, muncul keinginan.... Demikianlah asal mula seluruh tubuh yang berpenyakitan ini. Inilah, O para bhikkhu, apa yang disebut asal mula dunia.”
”Apakah akhir dunia itu, O para bhikkhu? Dikondisikan oleh mata dan objek-objek muncul kesadaran pikiran. Ketiga hal ini disebut kontak. Karena kontak, muncul perasaan; karena perasaan.... Karena keinginan sepenuhnya berakhir, ketamakan berakhir; karena ketamakan berakhir, kemenjadian berakhir. Demikianlah akhir dari seluruh tubuh yang berpenyakitan ini. Demikian halnya juga berhubungan dengan telinga dan alat indra lainnya. Inilah, O para bhikkhu, apa yang disebut akhir dunia” (Samyutta-Nikaya, iv 87).
Di sini ungkapan ”dikondisikan oleh mata dan objek-objek muncul kesadaran mata, dan seterusnya” menunjukkan bahwa di dunia ini kesadaran dan proses pikiran orang-orang secara umum berbeda-beda dari momen ke momen dan menjadi sebab kelahiran kembali mereka dalam bentuk-bentuk yang berbeda dalam kehidupan berikutnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bentuk-bentuk yang berbeda pada kehidupan yang akan datang dibuat dan diciptakan oleh pikiran pada kehidupan sekarang.
Karena perbedaan kesadaran, persepsi juga berbeda. Karena perbedaan persepsi, keinginan berbeda, dan karena hal ini berbeda, maka perbuatan (kamma) berbeda. Beberapa orang juga berpendapat bahwa karena kamma berbeda, kelahiran kembali di alam binatang beraneka ragam. Hukum psikis mengatur tentang pikiran atau kesadaran yang berbeda-beda dalam fungsi dan kejadian. Ini diulas dalam kitab Patthana pada bab ”Hubungan yang Berurutan”.
Sehubungan dengan Dhamma ini, juga termasuk semua kejadian yang didasarkan pada gejala khusus atau khas. Misalnya: kejadian yang terjadi saat kelahiran Pangeran Siddharta dan kematian (Parinibbana) Buddha yaitu pohon-pohon berbunga bukan pada musimnya, tiba-tiba pohon-pohon berbunga dan bebungaan itu berjatuhan menaburi tubuh Pangeran Siddharta atau Buddha.
Begitu pula, Dhamma Niyama menyebabkan gempa bumi terjadi ketika Buddha menentukan kapan Beliau akan Parinibbana dan pada saat Parinibbana, padahal biasanya gempa bumi diatur oleh Utu Niyama. Demikian juga gempa bumi terjadi ketika seorang Bodhisatta turun dari surga Tusita memasuki rahim ibunya, dan lain-lain (Digha-Nikaya II. 12).
Di antara sutta-sutta, keseluruhan Mahanidana-Suttanta dan Nidana-samyutta membahas tentang Dhamma Niyama. Dalam salah satu sutta disebutkan: ”Karena kebodohan muncul kamma: sekarang, O para bhikkhu, apakah para Tathagata muncul atau tidak, unsur (dhatu) ini ada, yaitu pembentukan Dhamma sebagai akibat, ketetapan Dhamma sebagai akibat (Dhammatthitata Dhammaniyamata). Karena kamma... (dan seterusnya seperti pada hubungan sebab akibat yang saling bergantungan)” (Samyutta-Nikaya, ii. 25). Ia juga disinggung dalam ungkapan: ”Semua hal yang berkondisi (sankhara) adalah tidak kekal, penuh dengan penderitaan, dan tanpa aku.”
Sifat Dhamma-niyama dapat diringkas dalam rumusan: ”Ketika itu ada, ini ada. Dari kemunculan itu maka ini muncul. Ketika itu tidak ada, ini tidak ada. Ketika itu berakhir, maka ini berakhir” atau dalam pernyataan: ”Inilah, para bhikkhu, tiga sifat khas dari hal yang berkondisi: dapat dipahami perkembangannya, dapat dipahami kelapukannya, dapat dipahami perubahannya ketika ia masih bertahan. Inilah, para bhikkhu, tiga sifat khas dari hal yang tidak berkondisi: perkembangannya tidak dapat dipahami, kelapukannya tidak dapat dipahami, perubahan dan durasinya tidak dapat dipahami” (Anguttara-Nikaya, i 152).
Dhamma Niyama merupakan keseluruhan sistem yang mengatur alam semesta. Empat niyama lainnya merupakan hukum alam yang spesifik yang mengkhususkan pada aspek tertentu dari alam semesta. Jadi, hukum alam apa pun yang tidak termasuk dalam keempat niyama yang pertama dikategorikan sebagai Dhamma Niyama. Dengan demikian, selain keempat hukum universal di atas, hukum-hukum universal lainnya yang diajarkan Buddha juga termasuk dalam Dhamma Niyama yaitu Hukum Empat Kebenaran Mulia, Hukum Tumimbal Lahir, Hukum Tiga Corak Universal, dan Hukum Sebab Akibat yang Saling Bergantungan.
Terdapat dua jenis konsep penciptaan di dunia ini, yaitu issara-kutta dan brahma-kutta. Konsep penciptaan di mana orang-orang mempercayai adanya penguasa tertinggi seluruh alam semesta yang selamanya tinggal di surga dan menciptakan segalanya disebut issara-kutta atau issara-nimmana (diciptakan oleh issara/isvara atau Tuhan).
Konsep di mana orang-orang mempercayai adanya brahma yang selamanya tinggal di surga yang menciptakan segalanya dan menguasai seluruh alam semesta disebut brahma-kutta. Di sini issara atau brahma hanya berbeda dalam istilah, namun keduanya menunjuk pada sosok penguasa dunia dan pencipta yang sama. Brahma merupakan nama yang dipakai oleh kaum brahmana dan telah menjadi gagasan umum yang diterima di alam manusia, dewa, dan brahma sejak awal dunia. Adapun issara bukan gagasan yang umum melainkan adopsi imaginatif yang dibuat oleh mereka yang gagal mendapatkan pengetahuan tentang asal mula dunia dan sebab pertama segala hal dalam kehidupan. Untuk menghilangkan pandangan salah ini, para komentator kitab suci Tipitaka memaparkan hukum tertib kosmis ini.
Mahabrahma dapat menyinari lebih dari ribuan sistem dunia dengan pancaran cahayanya yang cemerlang. Ia dapat melihat segala sesuatu dalam dunia-dunia tersebut, mendengarkan suara-suara, pergi ke tempat mana pun dan kembali sekehendak hatinya dalam seketika, dan membaca pikiran para manusia dan dewa.
Berhubungan dengan kekuatan menciptakan dan mengubah sesuatu, mahabrahma dapat menciptakan atau mengubah tubuhnya sendiri atau objek eksternal apa pun menjadi berbagai bentuk. Namun ini hanya bagaikan pertunjukan sulap di mana ketika ia menarik kembali kekuatannya, semuanya akan lenyap.
Kenyataannya, Ia tidak dapat menciptakan mahkluk hidup dan benda yang sesungguhnya, bahkan kutu atau telurnya sekalipun. Dalam menciptakan taman dan pepohonan dengan kekuatan batinnya, ia dapat menciptakan dan memperlihatkannya secara sementara, tidak substansial, tidak nyata, meniru dan menyerupai hal-hal yang diinginkan. Ia tidak dapat menciptakan sebuah pohon bahkan sehelai rumput sekalipun.
Hal ini disebabkan karena kemunculan suatu fenomena, kemunculan suatu makhluk hidup, atau pertumbuhan tanaman bukan dalam jangkauan kekuatan batin, tetapi dalam jangkauan hukum kosmis, seperti Dhamma Niyama, kamma Niyama, dan Bija Niyama. Benda-benda yang diciptakannya hanya bertahan ketika iddhi (kekuatan batin) sedang berperan dan akan lenyap segera setelah iddhi ditarik. Terjadinya musim panas, hujan, dan dingin merupakan proses alamiah dari hukum cuaca dan bukan kendali iddhi.
Mahabrahma dapat memindahkan ribuan manusia dalam kehidupan sekarang ke surga jika ia menginginkannya, tetapi ia tidak dapat membuat mereka tidak mengalami usia tua dan kematian, bahkan ia tidak dapat menghalangi dan menyelamatkan mereka dari kelahiran kembali di alam yang menderita. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur materi dan mental yang menyusun pribadi manusia berada dalam pengaruh hukum alam (Dhamma Niyama) dari kelahiran, usia tua, dan kematian. Ia tidak dapat membuat manusia atau makhluk mana pun terlahir kembali di surga setelah mereka meninggal karena lahirnya kehidupan baru di alam yang baru setelah kematian bukan dalam lingkungan kendali iddhi melainkan dalam kendali Kamma Niyama.
Di dunia ini orang yang membunuh dan memakan unggas serta selalu mabuk minuman keras pasti jatuh ke alam yang menderita setelah kematian walaupun setiap hari rajin berdoa dan mengunjungi tempat ibadah. Mahabrahma atau Tuhan tidak dapat menyelamatkannya bagaimana pun, karena ini berada dalam jangkauan Kamma Niyama dan bukan jangkauan iddhi. Sebaliknya, siapa pun yang tidak mempercayai konsep issara-kutta dan brahma-kutta, yang meyakini hukum kamma dan menjauhi perbuatan buruk serta selalu mengembangkan perbuatan baik, pasti naik ke alam yang bahagia setelah kematiannya. Mahabrahma tidak dapat mencegahnya datang ke surga, karena pengaruh iddhi tidak dapat menolak jalannya hukum moral. Mahabrahma tidak dapat mempertahankan dan menyelamatkan bahkan dirinya sendiri dari kejatuhan ke alam rendah.
Pada sisi lain, agama Buddha mengajarkan bahwa banyak siklus dunia telah terbentuk di masa lampau dan banyak lagi yang lain akan mengikuti siklus dunia yang sekarang secara bergantian. Ia juga mengajarkan bahwa dunia memiliki awal dan akhir serta terdapat sebab yang disebut hukum alam atas pembentukan dan kehancuran setiap dunia, dan hukum alam ini ada selamanya dan terus berjalan dalam ruang waktu yang tak terhingga. Oleh sebab itu umat Buddha seharusnya tidak menganut pandangan salah tentang penciptaan baik issara-kutta ataupun brahma-kutta.
Namun demikian, ini bukan berarti agama Buddha tidak meyakini adanya Tuhan. Ini menyatakan bahwa agama Buddha tidak mempercayai bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh sosok adikuasa yang disebut Tuhan. Agama Buddha juga mengajarkan bahwa keselamatan bergantung pada diri sendiri, bukan diperoleh dari pertolongan Tuhan. Konsep Ketuhanan dalam agama Buddha tidak seperti dalam kebanyakan agama lainnya yang menggambarkan Tuhan sebagaisosok pribadi yang maha kuasa. Ketuhanan dalam agama Buddha bersifatnon-personifikasi (tidak diwujudkan dalam suatu pribadi), Yang Mutlak, Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjadi, dan Yang Tidak Tercipta seperti yang diungkapkan dalam Udana, viii. 3. Mengenai konsep Ketuhanan dalam agama Buddha ini dapat dibaca lebih lanjut dalam artikel ”Ketuhanan Yang Mahaesa dalam Agama Buddha” oleh Cornelis Wowor, M.A.
Segala sesuatu yang berkondisi adalah derita; apabila dengan bijaksana orang dapat melihat hal ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah jalan yang membawa kesucian.
Segala sesuatu yang berkondisi adalah tanpa inti; apabila dengan bijaksana orang dapat melihat hal ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah jalan yang membawa kesucian. (Dhammapada 277-278-279)
Sekian pembahasan mengenai Manfaat Mengetahui Hukum Tertib Kosmis (Niyama) dan juga tentang yang membahas lima hukum universal atau hukum kosmis diantaranya Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Citta Niyama, Dhamma Niyama semoga dapat dimengerti, selamat belajar!
Manfaat Mengetahui Hukum Tertib Kosmis (Niyama)
Tahukah Kamu bahwa alam semesta ini sangat luas. Ada banyak matahari, bulan, bumi, dan planet-planet lainya. Alam semesta ini beserta isinya berproses secara alamiah sesuai dengan hukum-hukum universal sesuai dengan perannya masing-masing.Terdapat aneka macam fenomena alam dan kehidupan yang terjadi di sekitar kita. Fenomena tersebut bisa berupa fisik/materi maupun yang bersifat abstrak. Misalnya peristiwa adanya awan atau cuaca, halilintar, gempa bumi, hujan, dan berbagai peristiwa keanekaragaman kehidupan makhluk hidup, dan lain-lain.
Buddha Parinibbana, Manfaat Mengetahui Hukum Tertib Kosmis (Niyama) |
Ada beberapa orang yang berpikir bahwa hanya ada satu dunia dan tidak mempercayai banyak siklus dunia pada masa lampau dan terdapat tak terhingga dunia yang akan mengikuti dunia sekarang pada masa yang akan datang. Mereka mempercayai bahwa dunia yang sekarang memiliki awal dan akhir. Dalam mencari sebab pertama permulaan dunia, mereka gagal. Namun, dengan merenungkan tentang rumah dan bangunan dengan perancang dan pembangunnya, mereka sampai pada kesimpulan bahwa dunia ini pasti memiliki penciptanya dan ia pastilah sang pencipta, mahabrahma, atau ’Tuhan’.
Ajaran Buddha
Dalam ajaran Buddha tidak dikenal adanya ’Dewa Pencipta’. Jika tidak ada ’Dewa Pencipta’ maka siapa yang mengatur tertibnya alam semesta? Dalam agama Buddha alam semesta diatur oleh suatu hukum universal yang disebut dengan Dhamma Niyama. Dhamma Niyama terdiri atas kata Dhamma yang artinya segala sesuatu dan Niyama artinya ketentuan atau hukum. Dengan demikian Dhamma Niyama berarti hukum universal atau hukum segala hal. Menurut ajaran Buddha, alam semesta dengan segala isinya diatur oleh hukum universal (Dhamma Niyama) yang berlaku di semua alam kehidupan, segala isi bumi, tata surya-tata surya maupun segala galaksi di jagat raya ini. Dhamma Niyama adalah hukum yang bekerja dengan sendiri, bekerja sebagai hukum sebab akibat. Seluruh alam semesta diliputi olehnya. Jika bulan timbul dan tenggelam, hujan turun, tanaman tumbuh, musim berubah, hal ini tidak lain disebabkan oleh Dhamma Niyama.Dhamma Niyama merupakan hukum abadi yang meliputi alam semesta, yang membuat segala sesuatu bergerak sebagai dinyatakan oleh ilmu pengetahuan modern, seperti ilmu Fisika, Kimia, Biologi, Astronomi, Psikologi, dan sebagainya.
Dharma meliputi segala sesuatu yang bersyarat ataupun tidak bersyarat, yang muncul atau tidak muncul, serta yang nyata atau abstraks. Dharma bukanlah ciptaan para Buddha, Dharma tetap ada dan tetap akan ada selamanya. Para Buddha hanya penemu Dharma, setelah menemukannya Beliau membabarkannya kepada semua makhluk agar mereka yang telah siap dapat memperoleh manfaatnya.
Dengan demikian, ada atau tidak ada Buddha, hukum abadi itu akan tetap ada sepanjang zaman, seperti yang disabdakan Buddha sebagai berikut: ”O para Bhikkhu, apakah para Tatagatha muncul (di dunia) atau tidak, Dharma akan tetap ada, merupakan hukum yang abadi”(Dhamma Niyama Sutta).
Hukum Universal atau Tertib Kosmis terdiri atas lima rangkaian hukum, yaitu seperti dalam bagan berikut ini:
A. Utu Niyama
Utu Niyama adalah hukum universal tentang energi yang mengatur terbentuk dan hancurnya bumi, planet, tata surya, temperatur, cuaca, halilintar, gempa bumi, angin, ombak, matahari, hujan, gunung meletus; membantu pertumbuhan (metabolisme) manusia, binatang, dan pohon; atau segala sesuatu berupa fisik yang terbentuk dan hancur bertalian dengan energi.Dunia materi terbentuk dari empat unsur utama (mahabhuta), yaitu unsur padat (pathavi), cair (apo), api (tejo), dan vayo. Unsur padat atau ”tanah” merupakan unsur yang bersifat ”luasan” dan liat, yang berfungsi menjadi basis unsur lainnya. Unsur kedua tidak dapat saling mengikat tanpa dasar untuk ikatan tersebut; unsur ketiga tidak dapat menghangatkan tanpa basis bahan bakar; unsur keempat tidak dapat bergerak tanpa dasar untuk gerakannya; semua materi bahkan atom sekali pun membutuhkan unsur pathavi sebagai basisnya.
Kehancuran bumi. Manfaat Mengetahui Hukum Tertib Kosmis (Niyama) |
Unsur panas atau ”api” merupakan unsur yang bersifat panas, yang memberikan fungsi panas dan dingin pada unsur lainnya. Karena unsur ini, semua materi dapat dihasilkan kembali untuk tumbuh dan berkembang setelah mencapai kematangan.
Unsur angin atau secara harfiah berarti ”udara” merupakan unsur yang bersifat gerakan dan memberikan fungsi gerak pada unsur lainnya. Unsur gerak ini membentuk kekuatan tarikan dan tolakan pada semua materi.
Unsur-unsur ini jika bertahan dalam kondisi yang tetap, dapat bertambah kekuatannya jika terdapat sebab yang cukup untuk bertambah, dan berkurang kekuatannya jika terdapat sebab yang cukup untuk berkurang. Misalnya, dalam benda padat unsur cair dapat memperoleh kekuatan gerak yang cukup sehingga menyebabkan benda padat tersebut mencair, dalam zat cair unsur panas dapat mengubahnya menjadi nyala api dan unsur cairnya hanya memberi sifat ikatan.
Karena sifat intensitas dan jumlahnya ini, keempat unsur tersebut disebut unsur besar (mahabhutani). Intensitas dan jumlah unsur-unsur ini mencapai puncaknya ketika terjadinya pembentukan dan kehancuran alam semesta. Energi (utu) merupakan benih awal semua fenomena pada dunia materi dan merupakan bentuk awal dari unsur panas.
Hukum energi merupakan proses berkelanjutan yang mengatur empat rangkaian pembentukan, kelanjutan, kehancuran, dan kekosongan alam semesta. Ia juga mengatur pergantian musim dan menentukan musim di mana tumbuhan menghasilkan bunga dan buah. Tidak ada yang mengatur kejadian-kejadian ini apakah manusia, dewa, atau Tuhan, kecuali hukum Utu Niyama ini.
B. Bija Niyama
Bija Niyama adalah hukum universal yang berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan, yaitu bagaimana biji, stek, batang, cabang, ranting, pucuk, daun dapat bertunas, bertumbuh, berkembang, dan berbuah. Kemudian dari satu bibit menghasilkan buah yang banyak, atau dari bibit yang kecil menumbuhkan pohon yang besar, dan lain-lain. Bija berarti ”benih” di mana tumbuhan tumbuh dan berkembang darinya dalam berbagai bentuk. Dari pandangan filosofi, hukum pembenihan hanyalah bentuk lain dari hukum energi. Dengan demikian pengatur perkembangan dan pertumbuhan dunia tumbuhan merupakan hukum energi yang cenderung mewujudkan kehidupan tumbuhan.Pertumbuhan |
C. Kamma Niyama
Kamma Niyama adalah hukum universal tentang karma/perbuatan. Kamma Niyama dikenal sebagai hukum yang berkaitan dengan moral. Keterangan rinci tentang hukum perbuatan (Hukum Karma) dapat dilihat pada uraian pada buku Pendidikan Agama Buddha Kelas XI. Hukum Karma adalah hukum perbuatan yang didasarkan kehendak atau niat. Seperti yang disebutkan dalam kitab Pali: ”Para bhikkhu, kehendak itulah yang Ku sebut perbuatan. Melalui kehendaklah seseorang melakukan sesuatu dalam bentuk perbuatan, ucapan, atau pikiran” (Anguttara Nikaya, iii:415).Di sini kehendak merupakan kemauan (tindakan mental). Dalam melakukan sesuatu, baik maupun buruk, kehendak mempertimbangkan dan memutuskan langkah-langkah yang diambil, menjadi pemimpin semua fungsi mental yang terlibat dalam perbuatan tersebut. Ia menyediakan tekanan mental pada fungsi-fungsi ini terhadap objek yang diinginkan.
Karma manusia yang menyedihkan |
Hukum perbuatan mengatur akibat-akibat dari suatu perbuatan apakah baik atau buruk. Contoh-contoh akibat moral dari suatu perbuatan dapat dijumpai dalam berbagai sutta, misalnya dalam Majjhima-Nikaya, Cula-Kamma-Vibhanga-Sutta: ”Akibat dari membunuh menyebabkan umur pendek, dan tidak melakukan pembunuhan menyebabkan umur panjang. Iri hati menghasilkan banyak perselisihan, sedangkan kebaikan hati menghasilkan perdamaian. Kemarahan merampas kecantikan seseorang, sedangkan kesabaran menambah kecantikan diri. Kebencian menghasilkan kelemahan, sedangkan persahabatan menghasilkan kekuatan. Pencurian menghasilkan kemiskinan, sedangkan pekerjaan yang jujur menghasilkan kemakmuran. Kesombongan berakhir dengan hilangnya kehormatan, sedangkan kerendahan hati membawa kehormatan. Pergaulan dengan orang bodoh menyebabkan hilangnya kebijaksanaan, sedangkan pengetahuan merupakan hadiah dari pergaulan dengan orang bijaksana.”
Di sini pernyataan ”membunuh menyebabkan umur pendek” mengandung makna bahwa ketika seseorang telah membunuh sekali saja manusia atau makhluk lainnya, perbuatan ini menyediakan akibat untuk terlahir kembali dalam keadaan menderita dengan berbagai cara. Selama masa ketika ia terlahir kembali sebagai manusia, perbuatan tersebut menyebabkannya berumur pendek dalam ribuan kelahiran. Penjelasan yang sejenis juga berlaku untuk pernyataan sebab akibat yang lain di atas. Oleh karena itu, Hukum Karma juga dikenal sebagai hukum sebab-akibat perbuatan.
D. Citta Niyama
Citta Niyama adalah hukum universal tentang pikiran atau batin, misalnya proses kesadaran, timbul dan tenggelamnya kesadaran, kekuatan pikiran (hasil dari Samatha Bhavana), kesucian batin: Sotapanna, Sakadagami, Anagami, atau Arahat (hasil dari Vipassana Bhavana). Contoh kekuatan batin, misalnya seseorang dapat melayang-layang atau berjalan di angkasa, menyelam dalam tanah, memperbanyak diri, mengubah diri, mendengar suaran yang jauh atau dekat, melihat objek yang jauh atau dekat walaupun terhalang oleh dinding atau gedung maupun gunung, mengetahui pikiran orang lain, atau mengetahui kehidupan-kehidupan lampau, dan lain-lain.Orang terbang |
Pikiran menjadi lebih beraneka ragam berkaitan dengan hal-hal yang tidak baik dibandingkan dengan hal-hal yang baik sehingga dikatakan ”Pikiran menyenangi hal-hal yang buruk”. Oleh sebab itu, mahkluk-makhluk di alam rendah yang dibuat dan diciptakan oleh pikiran lebih beraneka ragam dibandingkan semua makhluk lainnya. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Dikatakan dalam kitab Pali: ”O, para bhikkhu, Aku akan menyatakan bagaimana dunia berasal, dan bagaimana dunia berakhir.
Apakah asal mula dunia itu, O para bhikkhu? Dikondisikan oleh mata dan objek-objek muncul kesadaran penglihatan. Ketiga hal ini disebut kontak. Karena kontak, muncul perasaan; karena perasaan, muncul keinginan.... Demikianlah asal mula seluruh tubuh yang berpenyakitan ini. Dikondisikan oleh telinga dan objek-objek... oleh hidung... oleh lidah... oleh tubuh, dan seterusnya... dikondisikan oleh indera pikiran dan benda-benda muncul kesadaran pikiran. Ketiga hal ini adalah kontak. Karena kontak, muncul perasaan; karena perasaan, muncul keinginan.... Demikianlah asal mula seluruh tubuh yang berpenyakitan ini. Inilah, O para bhikkhu, apa yang disebut asal mula dunia.”
”Apakah akhir dunia itu, O para bhikkhu? Dikondisikan oleh mata dan objek-objek muncul kesadaran pikiran. Ketiga hal ini disebut kontak. Karena kontak, muncul perasaan; karena perasaan.... Karena keinginan sepenuhnya berakhir, ketamakan berakhir; karena ketamakan berakhir, kemenjadian berakhir. Demikianlah akhir dari seluruh tubuh yang berpenyakitan ini. Demikian halnya juga berhubungan dengan telinga dan alat indra lainnya. Inilah, O para bhikkhu, apa yang disebut akhir dunia” (Samyutta-Nikaya, iv 87).
Di sini ungkapan ”dikondisikan oleh mata dan objek-objek muncul kesadaran mata, dan seterusnya” menunjukkan bahwa di dunia ini kesadaran dan proses pikiran orang-orang secara umum berbeda-beda dari momen ke momen dan menjadi sebab kelahiran kembali mereka dalam bentuk-bentuk yang berbeda dalam kehidupan berikutnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bentuk-bentuk yang berbeda pada kehidupan yang akan datang dibuat dan diciptakan oleh pikiran pada kehidupan sekarang.
Karena perbedaan kesadaran, persepsi juga berbeda. Karena perbedaan persepsi, keinginan berbeda, dan karena hal ini berbeda, maka perbuatan (kamma) berbeda. Beberapa orang juga berpendapat bahwa karena kamma berbeda, kelahiran kembali di alam binatang beraneka ragam. Hukum psikis mengatur tentang pikiran atau kesadaran yang berbeda-beda dalam fungsi dan kejadian. Ini diulas dalam kitab Patthana pada bab ”Hubungan yang Berurutan”.
Manfaat Mengetahui Hukum Tertib Kosmis (Niyama) |
E. Dhamma Niyama
Dhamma Niyama adalah hukum universal tentang segala hal yang tidak diatur oleh keempat niyama tersebut di atas. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan Dhamma (Sila, Samadhi, dan Panna) yang diajarkan oleh Buddha setelah ditemukanNya.Sehubungan dengan Dhamma ini, juga termasuk semua kejadian yang didasarkan pada gejala khusus atau khas. Misalnya: kejadian yang terjadi saat kelahiran Pangeran Siddharta dan kematian (Parinibbana) Buddha yaitu pohon-pohon berbunga bukan pada musimnya, tiba-tiba pohon-pohon berbunga dan bebungaan itu berjatuhan menaburi tubuh Pangeran Siddharta atau Buddha.
Begitu pula, Dhamma Niyama menyebabkan gempa bumi terjadi ketika Buddha menentukan kapan Beliau akan Parinibbana dan pada saat Parinibbana, padahal biasanya gempa bumi diatur oleh Utu Niyama. Demikian juga gempa bumi terjadi ketika seorang Bodhisatta turun dari surga Tusita memasuki rahim ibunya, dan lain-lain (Digha-Nikaya II. 12).
Di antara sutta-sutta, keseluruhan Mahanidana-Suttanta dan Nidana-samyutta membahas tentang Dhamma Niyama. Dalam salah satu sutta disebutkan: ”Karena kebodohan muncul kamma: sekarang, O para bhikkhu, apakah para Tathagata muncul atau tidak, unsur (dhatu) ini ada, yaitu pembentukan Dhamma sebagai akibat, ketetapan Dhamma sebagai akibat (Dhammatthitata Dhammaniyamata). Karena kamma... (dan seterusnya seperti pada hubungan sebab akibat yang saling bergantungan)” (Samyutta-Nikaya, ii. 25). Ia juga disinggung dalam ungkapan: ”Semua hal yang berkondisi (sankhara) adalah tidak kekal, penuh dengan penderitaan, dan tanpa aku.”
Sifat Dhamma-niyama dapat diringkas dalam rumusan: ”Ketika itu ada, ini ada. Dari kemunculan itu maka ini muncul. Ketika itu tidak ada, ini tidak ada. Ketika itu berakhir, maka ini berakhir” atau dalam pernyataan: ”Inilah, para bhikkhu, tiga sifat khas dari hal yang berkondisi: dapat dipahami perkembangannya, dapat dipahami kelapukannya, dapat dipahami perubahannya ketika ia masih bertahan. Inilah, para bhikkhu, tiga sifat khas dari hal yang tidak berkondisi: perkembangannya tidak dapat dipahami, kelapukannya tidak dapat dipahami, perubahan dan durasinya tidak dapat dipahami” (Anguttara-Nikaya, i 152).
Dhamma Niyama merupakan keseluruhan sistem yang mengatur alam semesta. Empat niyama lainnya merupakan hukum alam yang spesifik yang mengkhususkan pada aspek tertentu dari alam semesta. Jadi, hukum alam apa pun yang tidak termasuk dalam keempat niyama yang pertama dikategorikan sebagai Dhamma Niyama. Dengan demikian, selain keempat hukum universal di atas, hukum-hukum universal lainnya yang diajarkan Buddha juga termasuk dalam Dhamma Niyama yaitu Hukum Empat Kebenaran Mulia, Hukum Tumimbal Lahir, Hukum Tiga Corak Universal, dan Hukum Sebab Akibat yang Saling Bergantungan.
Niyama dan Konsep Penciptaan
Dengan mempelajari dan memahami lima niyama ini, seseorang dapat sampai pada kesimpulan: ”Tidak ada penguasa dunia ini, tidak ada ’pencipta’ yang menciptakan alam semesta, melainkan hukum tertib kosmis yang berunsur lima. Semua adalah hasil dari sebab dan akibat yang muncul dan lenyap setiap saat. Tidak ada yang berdiam di dunia yang bersifat sementara ini. Oleh sebab itu tidak ada ketenangan abadi yang dapat ditemukan, tetapi pada sisi lain, dapat ditemukan pada dunia yang selalu berubah ini di mana tidak ada kemenjadian (jati) melalui ketiadaan sebab. Untuk mencapai tempat tersebut di mana ketenangan abadi berada kita harus menapaki Jalan Mulia Berunsur Delapan yang menghubungkan dunia ini menuju jalan keluar. Ketika kita mendekati Nibbana, secepat mungkin menarik pijakan terakhir kita dari dunia ini, maka seketika kita naik menuju lokuttara-bhumi, kedamaian Nibbana.”Terdapat dua jenis konsep penciptaan di dunia ini, yaitu issara-kutta dan brahma-kutta. Konsep penciptaan di mana orang-orang mempercayai adanya penguasa tertinggi seluruh alam semesta yang selamanya tinggal di surga dan menciptakan segalanya disebut issara-kutta atau issara-nimmana (diciptakan oleh issara/isvara atau Tuhan).
Konsep di mana orang-orang mempercayai adanya brahma yang selamanya tinggal di surga yang menciptakan segalanya dan menguasai seluruh alam semesta disebut brahma-kutta. Di sini issara atau brahma hanya berbeda dalam istilah, namun keduanya menunjuk pada sosok penguasa dunia dan pencipta yang sama. Brahma merupakan nama yang dipakai oleh kaum brahmana dan telah menjadi gagasan umum yang diterima di alam manusia, dewa, dan brahma sejak awal dunia. Adapun issara bukan gagasan yang umum melainkan adopsi imaginatif yang dibuat oleh mereka yang gagal mendapatkan pengetahuan tentang asal mula dunia dan sebab pertama segala hal dalam kehidupan. Untuk menghilangkan pandangan salah ini, para komentator kitab suci Tipitaka memaparkan hukum tertib kosmis ini.
Mahabrahma dapat menyinari lebih dari ribuan sistem dunia dengan pancaran cahayanya yang cemerlang. Ia dapat melihat segala sesuatu dalam dunia-dunia tersebut, mendengarkan suara-suara, pergi ke tempat mana pun dan kembali sekehendak hatinya dalam seketika, dan membaca pikiran para manusia dan dewa.
Berhubungan dengan kekuatan menciptakan dan mengubah sesuatu, mahabrahma dapat menciptakan atau mengubah tubuhnya sendiri atau objek eksternal apa pun menjadi berbagai bentuk. Namun ini hanya bagaikan pertunjukan sulap di mana ketika ia menarik kembali kekuatannya, semuanya akan lenyap.
Kenyataannya, Ia tidak dapat menciptakan mahkluk hidup dan benda yang sesungguhnya, bahkan kutu atau telurnya sekalipun. Dalam menciptakan taman dan pepohonan dengan kekuatan batinnya, ia dapat menciptakan dan memperlihatkannya secara sementara, tidak substansial, tidak nyata, meniru dan menyerupai hal-hal yang diinginkan. Ia tidak dapat menciptakan sebuah pohon bahkan sehelai rumput sekalipun.
Hal ini disebabkan karena kemunculan suatu fenomena, kemunculan suatu makhluk hidup, atau pertumbuhan tanaman bukan dalam jangkauan kekuatan batin, tetapi dalam jangkauan hukum kosmis, seperti Dhamma Niyama, kamma Niyama, dan Bija Niyama. Benda-benda yang diciptakannya hanya bertahan ketika iddhi (kekuatan batin) sedang berperan dan akan lenyap segera setelah iddhi ditarik. Terjadinya musim panas, hujan, dan dingin merupakan proses alamiah dari hukum cuaca dan bukan kendali iddhi.
Mahabrahma dapat memindahkan ribuan manusia dalam kehidupan sekarang ke surga jika ia menginginkannya, tetapi ia tidak dapat membuat mereka tidak mengalami usia tua dan kematian, bahkan ia tidak dapat menghalangi dan menyelamatkan mereka dari kelahiran kembali di alam yang menderita. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur materi dan mental yang menyusun pribadi manusia berada dalam pengaruh hukum alam (Dhamma Niyama) dari kelahiran, usia tua, dan kematian. Ia tidak dapat membuat manusia atau makhluk mana pun terlahir kembali di surga setelah mereka meninggal karena lahirnya kehidupan baru di alam yang baru setelah kematian bukan dalam lingkungan kendali iddhi melainkan dalam kendali Kamma Niyama.
Di dunia ini orang yang membunuh dan memakan unggas serta selalu mabuk minuman keras pasti jatuh ke alam yang menderita setelah kematian walaupun setiap hari rajin berdoa dan mengunjungi tempat ibadah. Mahabrahma atau Tuhan tidak dapat menyelamatkannya bagaimana pun, karena ini berada dalam jangkauan Kamma Niyama dan bukan jangkauan iddhi. Sebaliknya, siapa pun yang tidak mempercayai konsep issara-kutta dan brahma-kutta, yang meyakini hukum kamma dan menjauhi perbuatan buruk serta selalu mengembangkan perbuatan baik, pasti naik ke alam yang bahagia setelah kematiannya. Mahabrahma tidak dapat mencegahnya datang ke surga, karena pengaruh iddhi tidak dapat menolak jalannya hukum moral. Mahabrahma tidak dapat mempertahankan dan menyelamatkan bahkan dirinya sendiri dari kejatuhan ke alam rendah.
Pada sisi lain, agama Buddha mengajarkan bahwa banyak siklus dunia telah terbentuk di masa lampau dan banyak lagi yang lain akan mengikuti siklus dunia yang sekarang secara bergantian. Ia juga mengajarkan bahwa dunia memiliki awal dan akhir serta terdapat sebab yang disebut hukum alam atas pembentukan dan kehancuran setiap dunia, dan hukum alam ini ada selamanya dan terus berjalan dalam ruang waktu yang tak terhingga. Oleh sebab itu umat Buddha seharusnya tidak menganut pandangan salah tentang penciptaan baik issara-kutta ataupun brahma-kutta.
Rangkuman
Segala fenomena yang terjadi di alam semesta ini baik yang bersifat fisik maupun batiniah dikendalikan oleh hukum kosmis (niyama) yang terdiri atas lima jenis seperti diuraikan di bawah ini:1. Utu Niyama
Hukum universal tentang energi yang mengatur:- Terbentuk dan hancurnya bumi, planet, tata surya, temperatur, cuaca, halilintar, gempa bumi, angin, ombak, gunung meletus;
- Membantu pertumbuhan (metabolisme) manusia, binatang dan pohon; atau
- Segala sesuatu yang berkaitan dengan energi (fisika dan kimia)
2. Bija Niyama
Hukum universal tentang tumbuh-tumbuhan, misalnya:- Bagaimana biji, stek, batang, pucuk, daun dapat bertunas, bertumbuh, berkembang dan berbuah, dan seterusnya.
3. Kamma Niyama
Hukum universal tentang moral atau hukum Karma, yaitu:- Perbuatan baik menghasilkan akibat yang baik (kebahagiaan)
- Perbuatan buruk menghasilkan akibat yang buruk (penderitaan)
4. Citta Niyama
Hukum universal tentang pikiran atau batin, misalnya:- Proses kesadaran
- Timbul dan lenyapnya kesadaran
- Kekuatan pikiran dari keberhasilan pelaksanaan Samatha Bhavana hingga mencapai jhana,
- Kesucian batin karena keberhasilan pelaksanaan Vipassana Bhavana
5. Dhamma Niyama
Hukum universal tentang segala sesuatu yang tidak diatur oleh keempat Niyama tersebut di atas, misalnya:- Terjadinya keajaiban alam pada waktu Bodhisattva lahir, mencapai penerangan sempurna, dan lain-lain
- Hukum gaya berat (gravitasi) dan hukum alam lainnya yang sejenis
Namun demikian, ini bukan berarti agama Buddha tidak meyakini adanya Tuhan. Ini menyatakan bahwa agama Buddha tidak mempercayai bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh sosok adikuasa yang disebut Tuhan. Agama Buddha juga mengajarkan bahwa keselamatan bergantung pada diri sendiri, bukan diperoleh dari pertolongan Tuhan. Konsep Ketuhanan dalam agama Buddha tidak seperti dalam kebanyakan agama lainnya yang menggambarkan Tuhan sebagaisosok pribadi yang maha kuasa. Ketuhanan dalam agama Buddha bersifatnon-personifikasi (tidak diwujudkan dalam suatu pribadi), Yang Mutlak, Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjadi, dan Yang Tidak Tercipta seperti yang diungkapkan dalam Udana, viii. 3. Mengenai konsep Ketuhanan dalam agama Buddha ini dapat dibaca lebih lanjut dalam artikel ”Ketuhanan Yang Mahaesa dalam Agama Buddha” oleh Cornelis Wowor, M.A.
Renungan
Segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak kekal; apabila dengan bijaksana orang dapat melihat hal ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah jalan yang membawa kesucian.Segala sesuatu yang berkondisi adalah derita; apabila dengan bijaksana orang dapat melihat hal ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah jalan yang membawa kesucian.
Segala sesuatu yang berkondisi adalah tanpa inti; apabila dengan bijaksana orang dapat melihat hal ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah jalan yang membawa kesucian. (Dhammapada 277-278-279)
Sekian pembahasan mengenai Manfaat Mengetahui Hukum Tertib Kosmis (Niyama) dan juga tentang yang membahas lima hukum universal atau hukum kosmis diantaranya Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Citta Niyama, Dhamma Niyama semoga dapat dimengerti, selamat belajar!
0 komentar
Posting Komentar