Batas-Batas Pacaran menurut Standar Moral Alkitab

>
Batas-Batas Pacaran menurut Standar Moral Alkitab - Pada pembahasan materi agama Kristen kali ini akan membahas mengenai hal-hal yang menjadi batas dalam berpacaran yang didasarkan menurut Alkitab, dan juga hal-hal keliru yang sering kita ambil serta ada norma-norma hukum dalam masyarakat yang perlu juga menjadi perhatian, untuk lebih jelasnya mengenai bahasan kali ini, silahkan simak dalam penjelasan singkat berikut ini!

Apa saja Batas Berpacaran menurut Standar Moral Alkitab

Apakah dalam berpacaran dibenarkan perpegangan tangan, berciuman, bermesraan dan tindakan erotis lainnya? Roma 12:12 menekankan, supaya kita tidak menjadi serupa dengan dunia atau dengan kata lain jangan berpacaran yang berorientasi pada keinginan “daging” yang membawa kepada dosa. Ada perbedaan antara berpacaran yang berorientasi pada keinginan “daging” dengan berorientasi pada perintah Allah. Perbedaannya yaitu:

1. Pacaran yang berorientasi pada keinginan “daging” bertujuan mencari pengalaman semata-mata dan kenikmatan dalam hubungan cinta dengan pertimbangan mungkin besok sudah mencari pacar baru lagi. Sedangkan pacaran yang bertanggung jawab kepada Tuhan melihat hubungan pacaran sebagai kemungkinan titik tolak yang menuju sesuatu yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Pacaran yang baik adalah yang saling mengisi dan memberikan kebaikan serta berbagi melakukan hal-hal baik dan benar serta berguna bagi hidup keduanya.
Batas-Batas Pacaran menurut Standar Moral Alkitab
Batas-Batas Pacaran menurut Standar Moral Alkitab

2. Pacaran yang berorientasi pada keinginan “daging” memanfaatkan tubuh pasangannya untuk memuaskan perasaan seksual, mula-mula pada tingkat ciuman dan pelukan, namun kemudian gampang menjurus kepada tingkat hubungan seksual. Pacaran yang bertanggung jawab kepada Tuhan melihat tubuh pasangannya sebagai rumah kediaman Roh Kudus (1Korintus 3:16) yang dikagumi dan dihargai sebagai ciptaan Allah.

Pendapat yang Sangat Keliru

Ciuman dan pelukan antara seorang pemuda dan pemudi merupakan kontak fisik untuk mendapatkan hasrat seksual dan kenikmatan. Ada empat tingkat intensitas hubungan fisik, dimulai dari yang paling lemah sampai yang paling kuat. Keempat tingkat tersebut ialah:
  • Berpegangan tangan
  • Saling memeluk
  • Berciuman
  • Saling membelai dan dapat meningkat menjadi tindakan tak terpuji, misalnya melakukan hubungan seks yang dilarang oleh hukum agama dan aturan/norma dalam masyarakat.
Rangsangan seksual yang terus-menerus akan menciptakan dorongan biologis yang terus memuncak. Ketika dorongan seks menggebu-gebu, kedewasaan, kecerdasan, dan pendirian-pendirian serta iman seringkali tidak berfungsi, atau tersingkir untuk sementara. Banyak pasangan muda berkata bahwa ciuman itu normal. Karena ciuman itu adalah kenikmatan pada masa pacaran dan dianggap akan lebih mengikat tali kasih antara dua belah pihak.

Itu adalah pendapat yang sangat keliru karena Alkitab memberikan penjelasan bahwa dampak dari hubungan itu akan membuat seorang merasa bersalah bahkan bisa mengubah sayang menjadi benci. Contoh 2 Samuel 13.1:15 mengisahkan tentang anak-anak Daud, Amnon dan Tamar. Amnon begitu mencintai Tamar, sampai-sampai ia jatuh sakit karena keinginannya untuk memiliki Tamar. Tetapi pada ayat 15 diceritakan setelah mereka jatuh pada dosa seks, timbullah suatu kebencian dalam diri Amnon terhadap Tamar. Ini berarti bercumbuan bukan merupakan jaminan akan cinta sejati. Birahi manusia hendaknya diwujudkan dalam suatu hubungan yang legal yang diberkati Tuhan.

Ketika manusia melakukannya di luar hubungan yang legal dan diberkati Tuhan, cumbuan yang dilandasi birahi itu hanya dimotivasi oleh nafsu dan kepuasaan diri, sedangkan jika dilakukan dalam hubungan perkawinan yang diberkati Tuhan, hal itu menjadi sarana dalam mensyukuri kebaikan Allah sang Pencipta. Hubungan manusia yang lebih intim dan dalam diekspresikan dalam perkawinan.

Seks dan berbagai kenikmatan yang ditimbulkan oleh cumbuan dan sentuhan merupakan misteri yang akan diungkapkan dalam suatu hubungan perkawinan. Cerita mengenai Amnon dan Tamar telah membuktikan hal itu, setelah mereka bercumbu dan melakukan hubungan intim di luar perkawinan, menikmati sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan, hubungan mereka menjadi rusak oleh kebencian.

Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus berpesan (Efesus 4:17-21) supaya anak Tuhan jangan jatuh dalam berciuman dan lain-lain yang merangsang dalam masa berpacaran karena itu bertentangan dengan Alkitab.

Dengan demikian, orang-orang Kristen harus menghindari percumbuan dalam masa berpacaran. Tindakan tersebut merupakan penyerahan diri pada seksualitas, membiarkan hawa nafsu berperan, yang nantinya akan membawa kepada kecemaran dan pelanggaran kehendak Allah. Lebih jauh lagi pengajaran-pengajaran moral Paulus kepada anak muda Kristen di mana saja dalam 1 Timotius 5:22 bagian akhir menulis : “jagalah kemurnian dirimu”.

Ada perintah untuk tetap menjaga kesucian diri bagi semua orang muda baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini penting untuk ditegaskan karena ada pemikiran yang berkembang seolah-olah hanya perempuan saja yang harus menjaga kesucian diri sedangkan laki-laki boleh tidak suci ataupun tidak murni.

Menurut Alkitab, baik laki-laki maupun perempuan harus menjaga tubuhnya sebagai rumah Allah tempat berdiam bagi Roh Kudus. Bukan hanya Alkitab saja yang menulis tentang pentingnya menjaga kesucian diri, dalam kaitannya dengan pacaran, dalam masyarakat juga ada aturan dan norma yang mengatur mengenai bagaimana seharusnya orang berpacaran.

Norma dalam Masyarakat

Manusia yang hidup dalam komunitas itu diikat oleh aturan bersama yang bertujuan mengatur kehidupan masyarakat. Ada etika dan moral yang berkembang dalam masyarakat yang jika dilanggar akan melahirkan sejumlah konsekuensi atau akibat. Ada hukum negara yang bersifat mengikat semua warga negara taat dan tunduk pada hukum dan Undang-undang. Ada juga hukum tidak tertulis berupa moral dan etika atau nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat. Dalam agama ada hukum agama yang harus ditaati oleh tiap penganutnya. Meskipun berpacaran menyangkut urusan pribadi antara dua manusia tapi mereka yang berpacaran itu hidup dalam komunitas masyarakat dan agama yang memiliki aturan, hukum dan ajaran yang bersifat mengikat. Karena itu, ada batas-batas dalam berpacaran. Begitu pula dalam pertunangan dan pernikahan. Ada hal-hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

Sekian pembahasan mengenai Batas-Batas Pacaran menurut Standar Moral Alkitab semoga dapat dengan mudah sobat pahami, jika bukan artikel atau materi ini yang sobat cari mungkin artikel dibawah ini dapat menjawabnya, selamat belajar!

0 komentar

Posting Komentar