Pemahaman dan Penjelasan Brahmacari yang Merupakan Bagian dari Catur Asmara - Pada pembahasan materi agama Hindu kali ini akan membahas mengenai Brahmacari, dimana terbagi menjadi 3 (tiga) golongan yakni Sukla Brahmacari, Sawala Brahmacari, Tṛṣṇa (Krsna) Brahmacari yang akan dibahas satu persatu agar lebih mudah dipahami serta kewajiban dalam Brahmacari, kewajiban terhadap Guru Swadyaya dan juga kewajiban kepada Guru Wisesa (Pemerintah).
Adapun tujuan materi ini, agar nantinya sobat dapat menjawab pertanyaan mengenai apa yang dimaksud dengan Brahmacari, dan juga memulai untuk berpikir, berkata, dan berbuat sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisudha dimana merupakan hal yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang, untuk lebih jelasnya dapat kalian simak dalam penjelasan singkat berikut ini!
Terjemahan:
Brahmacari namanya bagi orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan dan yang mengetahui perihal ilmu huruf (aksara).
Brahmacari atau Brahmacarya dikenal juga dengan istilah hidup aguron-guron atau Asewaka guru. Dalam istilah Jawa kuno disebut dengan lapangan hidup asrama, yaitu tempat penampungan bagi siswa yang sedang menuntut ilmu. Di dalam tingkatan Brahmacari ini guru mendidik para siswa atau murid dengan petunjuk kerohanian, kebajikan, amal, pengabdian dan semuanya itu didasari oleh Dharma (kebenaran).
Di samping itu guru memberikan berbagai ilmu pengetahuan kepada para muridnya. Sistem Brahmacari lebih mengutamakan pada pembentukan pribadi-pribadi manusia yang tangguh dan handal serta memiliki berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Semuanya itu untuk menjadikan manusia bisa hidup mandiri dan siap untuk menempuh kehidupan berumah tangga nantinya.
Demikian juga Brahmacari merupakan pondasi/dasar untuk menempuh tingkat dan jenjang kehidupan lainnya seperti Grhastha (berumah tangga) wanaprastha dan Biksuka lapangan atau tingkat hidup pada masa menuntut ilmu ini. Siswa tidak boleh melakukan perkawinan. Jadi hubungan seksual itu sangat dilarang. Namun setelah tamat masa Brahmacari tersebut, menurut pandangan sosiologi dalam masyarakat Hindu, maka dilanjutkan dengan kehidupan jenjang yang kedua yaitu Grhastha hidup berumah tangga/suami istri.
Dengan adanya hubungan sosiologis tersebut maka tingkat hidup Brahmacari itu dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu:
Pada tahap ini ditekankan bahwa pelaksanaan Sukla Brahmacari itu sudah merupakan niat secara murni dari sejak lahir sampai meninggal. Di dalam buku Silakrama halaman 32 ada disebutkan sebagai berikut:
Terjemahan:
Sukla Brahmacari namanya orang yang tidak kawin sejak dari lahir sampai meninggal. Hal ini bukan disebabkan karena impoten atau pun lemah sahwat. Dia takkan pernah kawin walaupun sampai umur lanjut.
Contoh tokoh yang menjalankan kehidupan Sukla Brahmacari ialah Teruna Laksmana. Dalam Itihasa Ramayana ada disebutkan bahwa Rāmā mempunyai adik Teruna Laksmana. Dia adalah seorang tokoh yang menjalankan kehidupan Sukla Brahmacari. Dia takkan kawin seumur hidupnya.
Kehidupan sukla Brahmacari yang dijalankan oleh Teruna Lakṣmaṇa tidak ada kaitan atau sangkut paut dengan suatu janji atau sumpah. Sehingga pada waktu Lakṣmaṇa digoda oleh Surpanaka, hati Lakṣmaṇa tak tergoyah sedikitpun. Sehingga akhirnya Surpanaka jengkel dan marah dan mengadu kepada Rahwana.
Rahwana marah, karena aduan dari Surpanaka, mengatakan dirinya dianiaya dan disiksa oleh Lakṣmaṇa. Sehingga Rahwana mengirim patih Merica untuk menggoda Dewi Sītā. Patih marica berubah menjadi kijang Mas, sehingga Dewi Sītā tertarik terhadap Kijang itu, dan menyuruh Rama untuk menangkapnya. Rama mengikuti kehendak Dewi Sītā, untuk menangkap kijang itu. Rama berpisah pergi mengejar kijang itu. Saat Rama berpisah dengan Sītā , dipergunakan sebagai kesempatan oleh Rahwana untuk melarikan Dewi Sītā dibawa ke Alengka.
Terjemahan:
Sawala Brahmacari namanya bagi orang yang hanya kawin satu kali, tidak kawin lagi. Bila mendapat halangan salah satu meninggal, maka ia takkan kawin lagi hingga datang ajalnya. Demikianlah yang namanya Sawala Brahmacari.
Walaupun dalam Tṛṣṇa Brahmacari disebutkan boleh kawin lebih dari satu kali, namun ada aturan yang harus ditaati agar ketenteraman rumah tangga tetap dapat terbina. Aturan atau syarat-syarat yang harus ditaati bagi yang mau menjalankan kehidupan Tṛṣṇa Brahmacari adalah:
Hyang Widhi Wasa sebagai guru dari alam semesta beserta isinya, sering digelari dengan sebutan “Dewa Guru” atau Sang Hyang Paramesti Guru. Berguru ke hadapan Tuhan dapat dilakukan dengan cara mentaati ajaran suci yang telah diwahyukan melalui para maharesi. Setiap hari kita harus mendekatkan diri pada Beliau sebagai Guru dari semua guru. Dalam hubungan ini kita manusia adalah murid dari Sang Hyang Widhi (Tuhan), yang sering disebut dengan “Brahmacarin”. Brahman artinya Tuhan. Carin artinya berguru. Jadi berguru kepada Tuhan.
Amal baik atau perbuatan dosa yang dilakukan selama berguru kepada Hyang Widhi hasilnya berupa subha dan asubha karma. Subha asubha karma ini dapat diterima hasilnya berupa:
Berhubungan dengan hal tersebut di atas maka semua manusia yang hidup di atas dunia ini adalah berguru kepada Sang Hyang Widhi.
Oleh karena itu maka kita wajib untuk mentaati segala petunjuk ajaran yang diwahyukan berupa kitab suci dan menjauhi segala larangannya, adalah merupakan jalan untuk mendekatkan diri pada Guru Swadyaya (Sang Hyang Widhi Wasa).
Demikian tinggi rasa cinta kasihnya ibu kepada kita, sehingga ia rela berkorban untuk menjadi badan perantara untuk memperbanyak umat manusia di mayapada ini.
Dalam manu Smrti II, 227 ada disebutkan:
Penderitaan yang dialami oleh orang tua pada waktu melahirkan anaknya, tidak dapat dibayar walaupun dalam waktu seratus tahun.
Kalau kita lihat dari persentasenya anak-anak itu sebagian besar bergaul dan bersama orang tuanya, maka itu pengaruh orang tua sangat menentukan dalam perkembangan watak/kepribadian si anak. Maka dari itu di dalam Sarasamuccaya ada disebutkan:
Sebab sesungguhnya ibu dikatakan lebih berat dari ibu pertiwi (tanah), karenanya patut menghormati ia dengan sungguh-sungguh, demikian pula lebih tinggilah sesungguhnya penghormatan kepada bapak daripada tingginya langit, lebih deras jalannya pikiran dibandingkan dengan jalannya angin, lebih banyak sesungguhnya angan-angan itu dibandingkan dengan banyaknya rumput.
Sesuai dengan makna sloka di atas, orang tua sangat berjasa terhadap anaknya. Walaupun demikian besar jasa dari orang tua itu, namun ia tak pernah menuntut balas jasa dari anaknya. Walaupun demikian kita sebagai seorang anak yang berbudi luhur harus mengakui pernyataan yang dimuat dalam Sarasamuccaya sloka 242 yang menyatakan sebagai berikut:
Tiga hutang yang dimiliki oleh seorang anak terhadap orang tuanya yang patut dibayar untuk memenuhi darma baktinya terhadap orang tua sebagai guru rupaka yaitu:
Walaupun upacara Pitra Yadnya telah dapat dilakukan sebagai tanda pembayaran hutang kepada orang tuanya, tapi bukanlah berarti sudah lunas segala kewajiban kita sebagai seorang anak. Namun yang paling penting pembayaran hutang pada orang tua adalah pada waktu orang tua masih hidup, yaitu dengan jalan membuat bahagia hati orang tuanya.
Oleh karena itu tidak ada suatu alasan bagi seorang anak untuk membenci orang tuanya apalagi menyakiti atau membunuh orang tuanya. Sebab membenci, menyakiti, atau membunuh orang tua adalah merupakan suatu perbuatan dosa besar. Maka dari itu jauhilah segala perbuatan terkutuk itu. Kita harus berbakti dan hormat kepada orang tua. Di dalam kitab Sarasamuccaya ada disebutkan:
Orang yang setia dan hormat kepada orang tua, sehingga membuat orang tua menjadi senang dan bahagia, maka anak yang demikian akan memperoleh kemasyuran dan keselamatan pada kehidupannya sekarang dan kelak di kemudian hari.
Dengan memperhatikan sloka tersebut di atas maka pahala yang diperoleh oleh orang yang hormat pada orang tua ialah ada empat hal yaitu:
Di samping itu Guru Pengajian bertugas untuk mengembangkan intelek dan pengetahuan siswa, demi tercapainya tujuan pendidikan yang dicita-citakan negara RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yaitu membentuk manusia susila yang cakap, cerdas dan terampil, berbudi pekerti yang luhur, dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarga, masyarakat, Nusa dan Bangsa. Tugas yang lebih berat lagi yaitu tugas dari seorang guru agama yang mengajarkan pengetahuan agama, membentuk moral serta budi pekerti yang luhur, serta berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Secara singkat tugas Guru Pengajian ialah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan dengan penuh cinta kasih agar anak didiknya menjadi manusia susila lahir batin (wahyadyatmika). Hubungan antara murid dengan guru benar-benar dapat mewujudkan keharmonisan, sebagai halnya antara seorang ayah dengan anaknya. Seorang murid tidak boleh menjelek-jelekkan atau menghina guru.
Hal ini disebut dengan istilah alpaka Guru (menentang guru), siswa (murid) harus taat dan menuruti nasihat serta ajaran-ajaran Guru Pengajian. Dalam Niti Sastra ada disebutkan:
“Janganlah sekali-kali mencela guru, perbuatan itu akan dapat mendatangkan kecelakaan bagimu. Jika kamu mencela buku-buku suci, maka kamu akan mendapatkan siksaan dan neraka, jikalau kamu mencela guru maka kamu akan menemui ajalmu, ibarat piring yang jatuh hancur di batu.
Adapun orang berkhianat kepada guru, berarti ia telah berbuat dosa besar. Dalam kitab Sarasamuccaya ada disebutkan seperti:
Sebagai seorang siswa (murid), tidak boleh mengumpat guru, walaupun perbuatan beliau keliru, adapun yang harus diusahakan dengan baik ialah perilaku yang layak kepada guru agar berhasil dalam menimba ilmu. Bagi yang suka menghina guru, akan menyebabkan dosa dan umur pendek baginya.
Dalam hal belajar, agama Hindu menguraikan secara panjang lebar mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar mengajar seperti umur dalam belajar, tata tertib dalam belajar, materi pelajaran, dan upacara dalam menuntut ilmu.
Sedangkan kitab Grihya Sutra menyatakan bahwa masa belajar berlangsung jangan sampai melampaui batas umur 24 tahun. Ini berarti setelah berumur 24 tahun seseorang sudah semestinya mempersiapkan diri untuk memasuki masa hidup Grhasta. Dalam kitab Niti Sastra ada dijelaskan sebagai berikut:
Seorang pelajar wajib menuntut pengetahuan dan keutamaan. Jika sudah berumur 20 tahun orang harus kawin. Jika sudah setengah tua berpeganglah pada ucapan yang baik. Hanya tentang lepasnya nyawa kita mesti berguru.
Atas dasar itu maka seorang yang berumur di atas 20 tahun sudah dinyatakan dewasa dan wajib memikirkan masa hidup berikutnya.
Demikian pula pada saat mengakhiri masa pendidikan maka semua siswa diupacarai lagi dengan upacara Samawartana. Mengenai maksud upacara ini ialah untuk menguatkan penempatan ilmu pada pribadi siswa agar ilmu yang diperolehnya selama belajar benar-benar dikuasai dan dapat menolong hidupnya.
Belajar berbagai hal dalam hidup ini baik lisan maupun tertulis hanya secara teori tentu belum dapat menolong manusia itu sendiri. Oleh karena berbagai ilmu itu patut dicoba dan dipraktikkan dalam hidup ini, demi kebahagiaan umat manusia. Berbagai keterampilan ada teori dan petunjuknya.
Membuat banten, bermain catur, tinju, naik sepeda, membaca, menggambar dan sebagainya selalu dapat dipelajari melalui teorinya masing-masing. Tetapi bila hanya mempelajari teori saja, jelas tidak akan dapat menolong hidup manusia. Untuk itu perlu dipraktikkan dan dilatih secara teratur.
Orang tidak akan pernah pintar bermain catur bila tidak sering berlatih bermain catur. Orang yang sering mempelajari petunjuk bermain bola maupun sering membaca resep masakan, juga tidak dengan sendirinya akan menjadi pemain bola atau tukang masak yang baik tanpa banyak berlatih.
Latihan dalam menghadapi kenyataan hidup tidak selalu dengan perencanaan seperti halnya bermain catur. Banyak peristiwa yang dialami seseorang, di luar dugaan dengan dan tanpa persiapan mental untuk menerimanya. Demikianlah setiap persoalan hidup sekaligus merupakan latihan lahir batin bagi seseorang.
Hidup dengan aneka problemnya merupakan latihan yang sekaligus ujian dalam usaha mencapai kebebasan tertinggi. Untuk itu setiap orang dituntut harus sadar bahwa hidup ini adalah perjuangan dan medan untuk latihan, sehingga di dunia inilah manusia harus giat melatih diri. Dunia dengan segala isinya yang bersifat maya menjadikan hidup manusia penuh persoalan. Setiap persoalan hidup harus dihadapi dan diselesaikan.
Jangan menghindari kegiatan hidup dan jangan pula lari dari kenyataan dunia ini.
Tanpa kerja orang tidak akan mencapai kebebasan pun juga tidak akan mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja.
Bekerjalah seperti yang telah ditentukan sebab bekerja lebih baik dari tidak bekerja kalau engkau tidak bekerja hidup sehari-haripun tidak mungkin.
Dengan demikian kegiatan kerja sebagai suatu latihan dan kewajiban hidup harus dikerjakan demi tercapainya kebebasan. Oleh karena itu dalam hidup ini ternyata bukan pelajaran di sekolah saja mesti dipelajari dan dilatih. Ilmu yang didapat di sekolah hanyalah sebagian dari teori dan kunci yang harus dikuasai untuk menghadapi persoalan hidup.
Untuk itulah teori-teori tersebut patut dipraktikkan dan dilatih dalam kehidupan ini dalam bentuk kerja. Ilmu bukanlah bekal hidup kelak dihari tua, tetapi adalah alat untuk menghadapi hidup sekarang.Tentu dalam pergaulan itu patut disesuaikan dengan desa-kala-patra sehingga tidak mengganggu ketertiban hidup bersama.
Teori sembahyang dengan segala perlengkapannya dan petunjuknya harus dilatih dan dilaksanakan setiap hari terutama Puja Tri Sandhya. Berpikir, berkata, dan berbuat sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisudha wajib dilaksanakan oleh setiap orang dan harus dilatih mulai saat ini. Orang yang tiada terbiasa berbicara sopan akan merasakan sukar untuk berkomunikasi yang sopan, ramah, dan benar.
Demikianlah dalam hidup ini orang wajib berbuat dan melatih diri dengan teratur. Sukar akan merasakan kenyamanan dalam hidup sehari-hari bila orang tidak hidup teratur. Tidak setiap orang dapat sembahyang dan berdoa setiap hari sesuai petunjuk agama. Hal ini terjadi bukan karena tidak ada waktu, bukan juga karena tidak tahu, namun hanya karena hidup tidak teratur dan tidak berusaha untuk melatih diri.
Berlatih di bidang fisik saja tidak cukup karena persoalan hidup manusia bukan hanya persoalan lahiriah saja. Oleh karenanya patutlah unsur kejiwaan juga dilatih agar terjadi keseimbangan dalam hidup ini. Unsur kejiwaan yang patut dilatih ialah pengendalian keinginan dan kegemaran, sebab kedua ini sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi hidup manusia. Pengendalian terhadap kedua dorongan itu harus benar-benar dilatih.
Keinginan tak pernah lenyap dengan memperoleh benda-benda duniawi, hanya akan lebih memperkuat, seperti halnya api yang disirami minyak:
Tidak ada sahabat yang dapat melebihi pengetahuan yang tinggi .
Tidak ada musuh yang lebih berbahaya daripada nafsu jahat dalam hati sendiri.
Tidak ada cinta yang melebihi cinta orang tua kepada anak-anaknya.
Tidak ada kekuatan yang menyamai nasib, karena kekuatan nasib tidak tertahan oleh siapapun.
Sebab orang yang dikuasai oleh nafsu amarahnya, segala apa yang dipersembahkannya, segala pemberian dana yang dilakukan olehnya, segala macam tapanya, segala homa yang dikerjakannya, Bhatara Yamalah yang mendapatkan hasilnya itu semua, tidak ada pahala baginya, kecuali kepayahan, karena itu kuasailah nafsu amarah itu.
Inilah hendaknya engkau perhatikan, pegang teguh tapa dengan jalan memusnahkan nafsu amarah itu, adapun Dewi Sri (kebahagiaan tertinggi) melalui pengendalian kedengkian (sebagai) penyelamatnya, adapun ilmu darma sastra pemunah keakuan dan lenyapnya kecongkakan yang ada pada dirinya, karena itu supaya engkau menjaga dirimu, orang yang tidak lalai merupakan jaJan baginya di situ.
Atas dasar itulah jelas bahwa nafsu keinginan dan amarah harus dikendalikan demi ketenteraman dan kedamaian hidup. Pengendalian atas keduanya itu tentu tidak sepontan akan berhasil tanpa latihan secara tekun dan terus-menerus dengan dukungan ilmu pengetahuan kebenaran.
Jadi disamping melakukan pengendalian diri maka penguasaan terhadap ilmu kebenaran dan ilmu kesucian tidak boleh diabaikan. Belajar melalui kitab suci harus dilakukan sebanyak-banyaknya agar sirnalah kebodohan. Sirnanya kebodohan adalah langkah awal untuk mengatasi kemarahan, kelobaan yang berarti menurunnya frekuensi kesengsaraan hidup. Berjuanglah mengejar kebenaran untuk melenyapkan kebodohan dengan belajar rajin, teratur, dan terus menerus.
Sebab suka duka yang dialami, pangkalnya adalah kebodohan, kebodohan itu ditimbulkan oleh loba, sedang loba itu kebodohanlah asalnya; oleh karenanya kebodohanlah asal mula kesengsaraan itu.
Kebodohan itulah yang engkau harus lenyapkan dengan kebijaksanaan; prajna adalah kesadaran yang tiada hingganya; pengetahuan tentang hakikat barang sesuatu; karena sang pendeta, sanggup menyeberangkan orang lain dari samudra kelahiran dengan perahu yang diperbuat daripada kepandaiannya; akan tetapi si bodoh tidak ada kepandaiannya; dirinya sendiri tidak terseberangkan olehnya.
Adapun orang yang bodoh, tak tersangsikan lagi, selalu ia merasakan kesedihan hati, sebagai akibat pertemuannya dengan orang yang dibencinya dan oleh perceraiannya dengan orang yang dikasihinya; sungguh, karena nafsu egois yang ditimbulkan oleh kebodohannya.
Demikianlah masa belajar itu harus betul-betul dipergunakan untuk mencari kebenaran dan kebijaksanaan agar kesengsaraan hidup semakin berkurang. Di sekolah diajarkan berbagai ilmu secara teori juga diberikan pendidikan yang mengarah pada latihan fisik dan mental seperti kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan secara terarah dan terpadu.
Di samping itu harus dapat memberikan perlindungan kepada rakyat dari berbagai problem seperti kesusahan, kesewenangan (monarkhi), menjalankan hukum dan keadilan tanpa pandang bulu. Menyelenggarakan pendidikan bagi warganya demi kemajuan dan kecerdasan bangsa.
Dalam Kekawin Ramayana, Rama memberikan nasehat kepada Wibhisana tentang bagaimana tindakan guru wisesa (pemerintah) menjadi abdi rakyat tanpa ikatan nafsu untuk mendapat sanjungan, kemasyuran, kemewahan dan lain sebagainya. Bunyi sloka dalam kekawin itu adalah:
“Utamakanlah keadilan dan kebajikan itu untuk melindungi dunia. Kita harus mengikuti cita-cita orang budiman, yang tidak gelisah hendak mendapat kemasyuran, sanjungan, harta dan kemewahan. Adapun kemuliaan orang budiman adalah sebagai pelindung kebenaran (dharma), beramal dan mengabdi serta mempertahankan keadilan.
“Tegakkanlah Dharma atau kebenaran itu sebagai tiang Negara, utamakan ajaran Manu untuk mengabdi pada negara, lenyapkanlah dan perangilah kesengsaraan itu, sehingga kecintaan dan kesetiaan rakyat pasti akan dijumpai.
Tidak hanya rakyat yang cinta, tetapi Tuhan sebagai pelindung Dharma akan merahmati umat-Nya yang berbudi mulia. Oleh karena itu ajaran agama Hindu kita diharapkan dalam melaksanakan tugas, berpegang pada motto dan pedoman sepi ing pamerih rame ing gawe, demi kepentingan masyarakat dan umat manusia.
Sekian pembahasan materi mengenai Penjelasan Bagian dari Catur Asmara: Brahmacari yang membahas mengenai Brahmacari, dimana terbagi menjadi 3 (tiga) golongan yakni Sukla Brahmacari, Sawala Brahmacari, Tṛṣṇa (Krsna) Brahmacari yang akan dibahas satu persatu agar lebih mudah dipahami serta kewajiban dalam Brahmacari, kewajiban terhadap Guru Swadyaya dan juga kewajiban kepada Guru Wisesa (Pemerintah), jika bukan artikel ini yang sobat cari, mungkin materi dibawah ini dapat menjawabnya, selamat belajar!
Adapun tujuan materi ini, agar nantinya sobat dapat menjawab pertanyaan mengenai apa yang dimaksud dengan Brahmacari, dan juga memulai untuk berpikir, berkata, dan berbuat sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisudha dimana merupakan hal yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang, untuk lebih jelasnya dapat kalian simak dalam penjelasan singkat berikut ini!
Penjelasan dan Pengertian dari Brahmacari
Brahmacari terdiri atas dua kata yaitu kata Brahma dan kata cari. Kata Brahma berarti ilmu pengetahuan atau pengetahuan suci. Kata cari berarti tingkah laku dalam mencari atau mengejar ilmu pengetahuan. Jadi Brahmacari berarti tingkatan hidup bagi orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan.
“Brahmacari ngaranya sang sedeng mangabhyasa Sang Hyang
Śāstra,mnwang Sang Wruh ring tingkah Sang hyang aksara, sang
mangkana karamanya sang Brahmacari ngaranya.
(Silakrama hal 8)
Terjemahan:
Brahmacari namanya bagi orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan dan yang mengetahui perihal ilmu huruf (aksara).
Brahmacari atau Brahmacarya dikenal juga dengan istilah hidup aguron-guron atau Asewaka guru. Dalam istilah Jawa kuno disebut dengan lapangan hidup asrama, yaitu tempat penampungan bagi siswa yang sedang menuntut ilmu. Di dalam tingkatan Brahmacari ini guru mendidik para siswa atau murid dengan petunjuk kerohanian, kebajikan, amal, pengabdian dan semuanya itu didasari oleh Dharma (kebenaran).
Brahmacari sebagai masa menuntut ilmu. Penjelasan Bagian dari Catur Asmara Brahmacari |
Demikian juga Brahmacari merupakan pondasi/dasar untuk menempuh tingkat dan jenjang kehidupan lainnya seperti Grhastha (berumah tangga) wanaprastha dan Biksuka lapangan atau tingkat hidup pada masa menuntut ilmu ini. Siswa tidak boleh melakukan perkawinan. Jadi hubungan seksual itu sangat dilarang. Namun setelah tamat masa Brahmacari tersebut, menurut pandangan sosiologi dalam masyarakat Hindu, maka dilanjutkan dengan kehidupan jenjang yang kedua yaitu Grhastha hidup berumah tangga/suami istri.
Dengan adanya hubungan sosiologis tersebut maka tingkat hidup Brahmacari itu dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu:
1). Sukla Brahmacari
Sukla Brahmacari yaitu orang yang tidak kawin sejak dari kecil sampai tiba ajalnya atau mati. Orang yang melaksanakan Sukla Brahmacari dengan sungguh-sungguh maka dalam ingatannya tidak ada terlintas nafsu seks dan beristri. Kesadaran melaksanakan Sukla Brahmacari ini memang tumbuh dari getaran batin dan hatinya yang suci murni. Bukan disebabkan karena menderita penyakit kelamin (impoten) dan lain sebagainya.Pada tahap ini ditekankan bahwa pelaksanaan Sukla Brahmacari itu sudah merupakan niat secara murni dari sejak lahir sampai meninggal. Di dalam buku Silakrama halaman 32 ada disebutkan sebagai berikut:
Sukla brahmacari ngaranya tan parabi sangkan rare, tan maju tan kuring
sira, adyapi teku ring wreddha teewi tan pangucap arabi sangkan pisan.
(Sīlakrama hal. 32)
(Sīlakrama hal. 32)
Terjemahan:
Sukla Brahmacari namanya orang yang tidak kawin sejak dari lahir sampai meninggal. Hal ini bukan disebabkan karena impoten atau pun lemah sahwat. Dia takkan pernah kawin walaupun sampai umur lanjut.
Contoh tokoh yang menjalankan kehidupan Sukla Brahmacari ialah Teruna Laksmana. Dalam Itihasa Ramayana ada disebutkan bahwa Rāmā mempunyai adik Teruna Laksmana. Dia adalah seorang tokoh yang menjalankan kehidupan Sukla Brahmacari. Dia takkan kawin seumur hidupnya.
Kehidupan sukla Brahmacari yang dijalankan oleh Teruna Lakṣmaṇa tidak ada kaitan atau sangkut paut dengan suatu janji atau sumpah. Sehingga pada waktu Lakṣmaṇa digoda oleh Surpanaka, hati Lakṣmaṇa tak tergoyah sedikitpun. Sehingga akhirnya Surpanaka jengkel dan marah dan mengadu kepada Rahwana.
Rahwana marah, karena aduan dari Surpanaka, mengatakan dirinya dianiaya dan disiksa oleh Lakṣmaṇa. Sehingga Rahwana mengirim patih Merica untuk menggoda Dewi Sītā. Patih marica berubah menjadi kijang Mas, sehingga Dewi Sītā tertarik terhadap Kijang itu, dan menyuruh Rama untuk menangkapnya. Rama mengikuti kehendak Dewi Sītā, untuk menangkap kijang itu. Rama berpisah pergi mengejar kijang itu. Saat Rama berpisah dengan Sītā , dipergunakan sebagai kesempatan oleh Rahwana untuk melarikan Dewi Sītā dibawa ke Alengka.
2). Sawala Brahmacari
Sawala Brahmacari ialah orang yang kawin beristri atau bersuami hanya sekali saja. Selanjutnya tidak akan kawin lagi, walaupun suami atau istrinya meninggal dunia. Dalam hidupnya mereka sudah bertekad hanya kawin sekali saja. Dalam Silakrama ada disebutkan:
Sawala Brahmacari ngaranika, marabi pisan, tan parabi muwah yon
kahalangan mati strinnira, tan parabi muwah sira, adyapi teka rika patinira, tan
pangucap arabya. Mangkana Sang Brahmacari
yan sira sawala Brahmacari.
(Sīlakrama hal. 32)
Terjemahan:
Sawala Brahmacari namanya bagi orang yang hanya kawin satu kali, tidak kawin lagi. Bila mendapat halangan salah satu meninggal, maka ia takkan kawin lagi hingga datang ajalnya. Demikianlah yang namanya Sawala Brahmacari.
3). Tṛṣṇa (Krsna) Brahmacari
Tṛṣṇa Brahmacari berarti kawin lebih dari satu kali yaitu sampai batas maksimal empat kali. Keempat istri-istri yang dikawini itu adalah istri yang sah menurut hukum, baik hukum agama maupun perundang-undangan yang ada. Tṛṣṇa Brahmacari ini dapat dilakukan apabila:- Istri yang pertama tidak dapat melahirkan keturunan. Demikian juga istri yang kedua juga tidak melahirkan anak-maka seorang suami bisa kawin lagi sampai batasnya empat.
- Istri tidak dapat melaksanakan tugas sebagaimana mestinya (sakit yang tak dapat disembuhkan).
Walaupun dalam Tṛṣṇa Brahmacari disebutkan boleh kawin lebih dari satu kali, namun ada aturan yang harus ditaati agar ketenteraman rumah tangga tetap dapat terbina. Aturan atau syarat-syarat yang harus ditaati bagi yang mau menjalankan kehidupan Tṛṣṇa Brahmacari adalah:
- Mendapatkan persetujuan dari istri/istri-istrinya.
- Suami harus bersifat adil terhadap istri-istrinya secara lahir dan batin.
- Suami sebagai seorang ayah harus dapat berlaku adil terhadap anak-anak yang dilahirkan.
Kewajiban dalam Brahmacari:
Sebagai seorang siswa yang sedang menuntut ilmu pengetahuan ia harus taat terhadap petunjuk dan nasihat yang diajarkan oleh guru yang mengajarnya. Dalam ajaran agama Hindu kita mengenal adanya empat guru, yang disebut dengan Catur Guru, yaitu:- Guru Swadyaya, yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Mahaesa).
- Guru Rupaka, yaitu orang tua (Ibu dan Bapak) yang melahirkan dan membesarkan kita.
- Guru Pangajian, yaitu guru yang mendidik dan mengajar di sekolah.
- Guru Wisesa, yaitu pemerintah.
Kewajiban terhadap Guru Swadyaya:
Adapun kewajiban sebagai seorang siswa terhadap Guru Swadyaya tersebut, harus taat terhadap segala petunjuk dan ajaran-Nya. Sebagai umat yang percaya tentang kemahakuasaan Tuhan, yang merupakan sumber dari segala yang ada di dunia ini, maka taat kepada Guru Swadyaya dapat diwujudkan dengan cara sujud bakti memujanya.Hyang Widhi Wasa sebagai guru dari alam semesta beserta isinya, sering digelari dengan sebutan “Dewa Guru” atau Sang Hyang Paramesti Guru. Berguru ke hadapan Tuhan dapat dilakukan dengan cara mentaati ajaran suci yang telah diwahyukan melalui para maharesi. Setiap hari kita harus mendekatkan diri pada Beliau sebagai Guru dari semua guru. Dalam hubungan ini kita manusia adalah murid dari Sang Hyang Widhi (Tuhan), yang sering disebut dengan “Brahmacarin”. Brahman artinya Tuhan. Carin artinya berguru. Jadi berguru kepada Tuhan.
Amal baik atau perbuatan dosa yang dilakukan selama berguru kepada Hyang Widhi hasilnya berupa subha dan asubha karma. Subha asubha karma ini dapat diterima hasilnya berupa:
- Sancita Karmaphala, yaitu hasil perbuatan pada waktu kehidupannya yang lalu, baru dapat dinikmati pada kehidupannya sekarang ini.
- Prarabda Karmaphala, yaitu perbuatan pada waktu kehidupan sekarang, langsung dapat dinikmati sekarang juga.
- Kriymana Karmaphala, yaitu hasil perbuatan pada kehidupan sekarang, tapi belum sempat dinikmati dalam kehidupan sekarang ini, sehingga dapat dinikmati pada kehidupan yang akan datang.
Berhubungan dengan hal tersebut di atas maka semua manusia yang hidup di atas dunia ini adalah berguru kepada Sang Hyang Widhi.
Oleh karena itu maka kita wajib untuk mentaati segala petunjuk ajaran yang diwahyukan berupa kitab suci dan menjauhi segala larangannya, adalah merupakan jalan untuk mendekatkan diri pada Guru Swadyaya (Sang Hyang Widhi Wasa).
Kewajiban kepada Guru Rupaka:
Guru Rupaka ialah orang tua (Ibu dan Bapak) yang mengadakan atau yang ngerupaka kita. Sebagai seorang anak harus menyadari bahwa jasa orang tua (Ibu dan Bapak) adalah sangat berat, dan tak ternilai berapa besar jasanya lebih-lebih sang ibu yang mengandung dan melahirkan kita, dengan bertaruhan nyawa.Demikian tinggi rasa cinta kasihnya ibu kepada kita, sehingga ia rela berkorban untuk menjadi badan perantara untuk memperbanyak umat manusia di mayapada ini.
Dalam manu Smrti II, 227 ada disebutkan:
“Yam mata pitaram klesam sehete sambawe nmam natasya niskrtih sakya
kartum warsaca tai rapi
Terjemahan:Penderitaan yang dialami oleh orang tua pada waktu melahirkan anaknya, tidak dapat dibayar walaupun dalam waktu seratus tahun.
Kalau kita lihat dari persentasenya anak-anak itu sebagian besar bergaul dan bersama orang tuanya, maka itu pengaruh orang tua sangat menentukan dalam perkembangan watak/kepribadian si anak. Maka dari itu di dalam Sarasamuccaya ada disebutkan:
Mātā gurutarā bhūmeh khāt
tathoccatarah pitā,
manah çighrataram wāyoçcintā
bahutarā trnāt.
Apan lwih temen bwatning ibu, Sangkeng bwatning lemah, katsangana, tar
bari-barin kalinganya, aruhur temen sang bapa sangke langit, adrs temen
ang manah sangkeng bayu, akweh temen angenangen sangkeng dukut.
(Sarasamuccaya, 240)
Terjemahan:Sebab sesungguhnya ibu dikatakan lebih berat dari ibu pertiwi (tanah), karenanya patut menghormati ia dengan sungguh-sungguh, demikian pula lebih tinggilah sesungguhnya penghormatan kepada bapak daripada tingginya langit, lebih deras jalannya pikiran dibandingkan dengan jalannya angin, lebih banyak sesungguhnya angan-angan itu dibandingkan dengan banyaknya rumput.
Sesuai dengan makna sloka di atas, orang tua sangat berjasa terhadap anaknya. Walaupun demikian besar jasa dari orang tua itu, namun ia tak pernah menuntut balas jasa dari anaknya. Walaupun demikian kita sebagai seorang anak yang berbudi luhur harus mengakui pernyataan yang dimuat dalam Sarasamuccaya sloka 242 yang menyatakan sebagai berikut:
Tiga hutang yang dimiliki oleh seorang anak terhadap orang tuanya yang patut dibayar untuk memenuhi darma baktinya terhadap orang tua sebagai guru rupaka yaitu:
- Śarīra kṛta, yaitu hutang badan (sarira data)
- Annadatta, yaitu hutang budhi karena orang tualah yang memberikan makan, minum, pakaian, pendidikan, dan lain sebagainya.
- Praṇadatta, yaitu hutang jiwa dalam arti pemeliharaan atau kelanjutan hidup.
Walaupun upacara Pitra Yadnya telah dapat dilakukan sebagai tanda pembayaran hutang kepada orang tuanya, tapi bukanlah berarti sudah lunas segala kewajiban kita sebagai seorang anak. Namun yang paling penting pembayaran hutang pada orang tua adalah pada waktu orang tua masih hidup, yaitu dengan jalan membuat bahagia hati orang tuanya.
Oleh karena itu tidak ada suatu alasan bagi seorang anak untuk membenci orang tuanya apalagi menyakiti atau membunuh orang tuanya. Sebab membenci, menyakiti, atau membunuh orang tua adalah merupakan suatu perbuatan dosa besar. Maka dari itu jauhilah segala perbuatan terkutuk itu. Kita harus berbakti dan hormat kepada orang tua. Di dalam kitab Sarasamuccaya ada disebutkan:
Pitā mātā ca rājendra
tusyāto yasya dehinah,
iha pretya ca tasyātha
kīrtirbawati çāçwati.
“Ikang bhakti makawwitan, paritusta sang rawwitnya denya phalanya
mangke dlāha, langgeng paleman ika ring hayu.
(Sarasamuccaya 241)
Terjemahan:Orang yang setia dan hormat kepada orang tua, sehingga membuat orang tua menjadi senang dan bahagia, maka anak yang demikian akan memperoleh kemasyuran dan keselamatan pada kehidupannya sekarang dan kelak di kemudian hari.
Dengan memperhatikan sloka tersebut di atas maka pahala yang diperoleh oleh orang yang hormat pada orang tua ialah ada empat hal yaitu:
- Kerti yaitu kemasyuran yang baik.
- Yusa yaitu panjang umur.
- Bala yaitu kekuatan.
- Yasa yaitu jasa atau penghargaan.
Kewajiban kepada Guru Pengajian:
Yang dimaksud dengan Guru Pengajian ialah guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan yang memberi pendidikan tertentu, di sekolah maupun di asrama. Tugas guru pengajian cukup berat tetapi mulia. Guru Pengajian berfungsi untuk melanjutkan pendidikan dari Guru Rupaka, yang bertitik tolak dari segi kerohanian dan juga ilmu pengetahuan lainnya.Di samping itu Guru Pengajian bertugas untuk mengembangkan intelek dan pengetahuan siswa, demi tercapainya tujuan pendidikan yang dicita-citakan negara RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yaitu membentuk manusia susila yang cakap, cerdas dan terampil, berbudi pekerti yang luhur, dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarga, masyarakat, Nusa dan Bangsa. Tugas yang lebih berat lagi yaitu tugas dari seorang guru agama yang mengajarkan pengetahuan agama, membentuk moral serta budi pekerti yang luhur, serta berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Secara singkat tugas Guru Pengajian ialah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan dengan penuh cinta kasih agar anak didiknya menjadi manusia susila lahir batin (wahyadyatmika). Hubungan antara murid dengan guru benar-benar dapat mewujudkan keharmonisan, sebagai halnya antara seorang ayah dengan anaknya. Seorang murid tidak boleh menjelek-jelekkan atau menghina guru.
Hal ini disebut dengan istilah alpaka Guru (menentang guru), siswa (murid) harus taat dan menuruti nasihat serta ajaran-ajaran Guru Pengajian. Dalam Niti Sastra ada disebutkan:
Haywa maninda ring dwija daridra dumada atȇmu.
çāstra teninda denira kapātaka tinēmu magӧng.
Yan kita ninda ring guru patinta maparȇk atȇmu.
Lwirnika wangça-patra tunibeng watu rȇmȇk apasah
(Nitiśāstra II, 13)
Terjemahan:“Janganlah sekali-kali mencela guru, perbuatan itu akan dapat mendatangkan kecelakaan bagimu. Jika kamu mencela buku-buku suci, maka kamu akan mendapatkan siksaan dan neraka, jikalau kamu mencela guru maka kamu akan menemui ajalmu, ibarat piring yang jatuh hancur di batu.
Adapun orang berkhianat kepada guru, berarti ia telah berbuat dosa besar. Dalam kitab Sarasamuccaya ada disebutkan seperti:
“Samyaṅ mithyāprawrtte wā
wartitawyam gurāwiha,
gurunindā nihantyāyurmanusyānām
nā samçayah.
Lawan waneh, hay wa juga ngwang mangupat ring guru,
yadyapin salah kene polahnira, kayatnākena juga gurūpacarana,
kasiddhaning kasewaning kadi sira, bwat amuharāpāyusa amangun kapāpan,
kanin-dāning kadi sira’
(Sarasamuccaya, 238)
Terjemahan:Sebagai seorang siswa (murid), tidak boleh mengumpat guru, walaupun perbuatan beliau keliru, adapun yang harus diusahakan dengan baik ialah perilaku yang layak kepada guru agar berhasil dalam menimba ilmu. Bagi yang suka menghina guru, akan menyebabkan dosa dan umur pendek baginya.
Dalam hal belajar, agama Hindu menguraikan secara panjang lebar mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar mengajar seperti umur dalam belajar, tata tertib dalam belajar, materi pelajaran, dan upacara dalam menuntut ilmu.
Umur untuk belajar (Brahmacari)
Kitab Dharmasastra oleh Rsi Yajnawalkya menyatakan bahwa umur untuk mulai belajar adalah umur semasih kanak-kanak yakni umur lima tahun dan selambatlambatnya umur delapan tahun. Pada umur delapan tahun seorang anak harus sudah menikmati masa belajar melalui proses belajar mengajar.Sedangkan kitab Grihya Sutra menyatakan bahwa masa belajar berlangsung jangan sampai melampaui batas umur 24 tahun. Ini berarti setelah berumur 24 tahun seseorang sudah semestinya mempersiapkan diri untuk memasuki masa hidup Grhasta. Dalam kitab Niti Sastra ada dijelaskan sebagai berikut:
Taki-takining sewaka guna widya
Smara-wisaya rwang puluh ing ayusya
tȇngah i tuwuh san-wacana gȇgӧn-ta
patilaring atmeng tanu pagurokȇn
( NitiśāstraV.I )
Terjemahan:Seorang pelajar wajib menuntut pengetahuan dan keutamaan. Jika sudah berumur 20 tahun orang harus kawin. Jika sudah setengah tua berpeganglah pada ucapan yang baik. Hanya tentang lepasnya nyawa kita mesti berguru.
Atas dasar itu maka seorang yang berumur di atas 20 tahun sudah dinyatakan dewasa dan wajib memikirkan masa hidup berikutnya.
Tata tertib pada masa belajar
Tertib dan disiplin merupakan modal utama untuk meraih sukses dalam usaha dan perjuangan. Demikianlah dalam pendidikan Hindu diatur pula tata tertib masa belajar. Secara umum tata tertib itu antara lain:- Siswa wajib taat dan bakti pada catur guru (guru susrusa).
- Siswa harus hidup sederhana.
- Berpakaian bersih, rapi, sopan dan sederhana.
- Makan sederhana (aharalaghawa).
- Siswa harus bisa dan biasa hidup jujur.
- Tidur secukupnya dan sepatutnya.
- Tidak menghibur diri berlebih-lebihan (liar),
- Tidak kawin selama masa belajar.
Materi Pendidikan
Materi pendidikan Hindu lebih banyak mengacu kepada disiplin moral dan keterampilan yang langsung dapat diterapkan dalam hidup keseharian untuk menunjang hidupnya. Dengan demikian bidang ilmu yang diberikan dalam pendidikan itu ialah pendidikan agama yang mengandung tattwa, susila, dan yajna.Upacara dalam masa belajar
Sebelum mengikuti dan menerima materi pelajaran, seorang calon siswa terlebih dahulu diupacarai yang disebut upacara Upanayana. Adapun maksud upacara tersebut adalah untuk membersihkan pribadi siswa agar ilmu kesucian yang diterimanya dapat menetap dengan harmonis pada dirinya.Demikian pula pada saat mengakhiri masa pendidikan maka semua siswa diupacarai lagi dengan upacara Samawartana. Mengenai maksud upacara ini ialah untuk menguatkan penempatan ilmu pada pribadi siswa agar ilmu yang diperolehnya selama belajar benar-benar dikuasai dan dapat menolong hidupnya.
Belajar berbagai hal dalam hidup ini baik lisan maupun tertulis hanya secara teori tentu belum dapat menolong manusia itu sendiri. Oleh karena berbagai ilmu itu patut dicoba dan dipraktikkan dalam hidup ini, demi kebahagiaan umat manusia. Berbagai keterampilan ada teori dan petunjuknya.
Membuat banten, bermain catur, tinju, naik sepeda, membaca, menggambar dan sebagainya selalu dapat dipelajari melalui teorinya masing-masing. Tetapi bila hanya mempelajari teori saja, jelas tidak akan dapat menolong hidup manusia. Untuk itu perlu dipraktikkan dan dilatih secara teratur.
Orang tidak akan pernah pintar bermain catur bila tidak sering berlatih bermain catur. Orang yang sering mempelajari petunjuk bermain bola maupun sering membaca resep masakan, juga tidak dengan sendirinya akan menjadi pemain bola atau tukang masak yang baik tanpa banyak berlatih.
Latihan dalam menghadapi kenyataan hidup tidak selalu dengan perencanaan seperti halnya bermain catur. Banyak peristiwa yang dialami seseorang, di luar dugaan dengan dan tanpa persiapan mental untuk menerimanya. Demikianlah setiap persoalan hidup sekaligus merupakan latihan lahir batin bagi seseorang.
Hidup dengan aneka problemnya merupakan latihan yang sekaligus ujian dalam usaha mencapai kebebasan tertinggi. Untuk itu setiap orang dituntut harus sadar bahwa hidup ini adalah perjuangan dan medan untuk latihan, sehingga di dunia inilah manusia harus giat melatih diri. Dunia dengan segala isinya yang bersifat maya menjadikan hidup manusia penuh persoalan. Setiap persoalan hidup harus dihadapi dan diselesaikan.
Jangan menghindari kegiatan hidup dan jangan pula lari dari kenyataan dunia ini.
na karmaṇām anārambhān
naiṣkarmyaḿ puruṣo ‘śnute
na ca sannyasanād eva
siddhiḿ samadhigacchati
(Bhagavadgītā III. 4)
Terjemahan:Tanpa kerja orang tidak akan mencapai kebebasan pun juga tidak akan mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja.
niyataḿ kuru karma tvaḿ
karma jyāyo hy akarmaṇaḥ
śarīra-yātrāpi ca te
na prasiddhyed akarmaṇaḥ
(Bhagavadgītā III. 8)
Terjemahan:Bekerjalah seperti yang telah ditentukan sebab bekerja lebih baik dari tidak bekerja kalau engkau tidak bekerja hidup sehari-haripun tidak mungkin.
Dengan demikian kegiatan kerja sebagai suatu latihan dan kewajiban hidup harus dikerjakan demi tercapainya kebebasan. Oleh karena itu dalam hidup ini ternyata bukan pelajaran di sekolah saja mesti dipelajari dan dilatih. Ilmu yang didapat di sekolah hanyalah sebagian dari teori dan kunci yang harus dikuasai untuk menghadapi persoalan hidup.
Untuk itulah teori-teori tersebut patut dipraktikkan dan dilatih dalam kehidupan ini dalam bentuk kerja. Ilmu bukanlah bekal hidup kelak dihari tua, tetapi adalah alat untuk menghadapi hidup sekarang.Tentu dalam pergaulan itu patut disesuaikan dengan desa-kala-patra sehingga tidak mengganggu ketertiban hidup bersama.
Teori sembahyang dengan segala perlengkapannya dan petunjuknya harus dilatih dan dilaksanakan setiap hari terutama Puja Tri Sandhya. Berpikir, berkata, dan berbuat sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisudha wajib dilaksanakan oleh setiap orang dan harus dilatih mulai saat ini. Orang yang tiada terbiasa berbicara sopan akan merasakan sukar untuk berkomunikasi yang sopan, ramah, dan benar.
Demikianlah dalam hidup ini orang wajib berbuat dan melatih diri dengan teratur. Sukar akan merasakan kenyamanan dalam hidup sehari-hari bila orang tidak hidup teratur. Tidak setiap orang dapat sembahyang dan berdoa setiap hari sesuai petunjuk agama. Hal ini terjadi bukan karena tidak ada waktu, bukan juga karena tidak tahu, namun hanya karena hidup tidak teratur dan tidak berusaha untuk melatih diri.
Berlatih di bidang fisik saja tidak cukup karena persoalan hidup manusia bukan hanya persoalan lahiriah saja. Oleh karenanya patutlah unsur kejiwaan juga dilatih agar terjadi keseimbangan dalam hidup ini. Unsur kejiwaan yang patut dilatih ialah pengendalian keinginan dan kegemaran, sebab kedua ini sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi hidup manusia. Pengendalian terhadap kedua dorongan itu harus benar-benar dilatih.
Na jātu kāmah kāmānām
Upa bhogena śāmyati
havişā kŗşṇa vartmeva
bhūya evābhi varddhate
(Manawa Dharma Śāstra II. 94 )
Terjemahan:Keinginan tak pernah lenyap dengan memperoleh benda-benda duniawi, hanya akan lebih memperkuat, seperti halnya api yang disirami minyak:
Nora’na mitra manglȇwihane wara- guna maruhur
nora’na satru manglȇwihane gȇlȇng ana ri hati
nora’na sih mahānglȇwihane sihikang atanaya
nora’na sakti daiwa juga çakti tan ana manahȇn
(NitiśāstraII. 5)
Terjemahan:Tidak ada sahabat yang dapat melebihi pengetahuan yang tinggi .
Tidak ada musuh yang lebih berbahaya daripada nafsu jahat dalam hati sendiri.
Tidak ada cinta yang melebihi cinta orang tua kepada anak-anaknya.
Tidak ada kekuatan yang menyamai nasib, karena kekuatan nasib tidak tertahan oleh siapapun.
Yat krodhano yajati yaddadāti yadwwā
tapastapati yajjuhoti,
waiwaswatastaddharatyasya sarwam
wŗthā çramo bhawati krodhanasya.
Apan ikang wwang kakawaça dening krodhanya, salwiring pinūjā-kenya,
sāwakaning pawehnya dāna, salwirning tapanya, salwirning hinomākenya, ika
ta kabeh bhatāra yama sira umalap phalanika, tanpa phala irya, twas nghel.
matangnyat kawaçākena tang krodha.
(Sarasamuccaya 102)
Terjemahan:Sebab orang yang dikuasai oleh nafsu amarahnya, segala apa yang dipersembahkannya, segala pemberian dana yang dilakukan olehnya, segala macam tapanya, segala homa yang dikerjakannya, Bhatara Yamalah yang mendapatkan hasilnya itu semua, tidak ada pahala baginya, kecuali kepayahan, karena itu kuasailah nafsu amarah itu.
Nityam krodhāt tapo raksecchriyam
raksecca matsarāt,
widyām mānāwamānābhyāmātmānam
tu pramādatah.
Nihan tang kayatnākena ikang tapa raksan, makasādhana kapa- demaning
krodha ika, kuneng hyang çrī, pademning īrsyā pangraksa
ri sira, kuneng sang hyang aji, pademning ahangkāra mwang awa-mana
pangraksa ri sira, yapwan karaksanyawakta, si tan pramada sadhana irika.
(Sarasamuccaya 103)
Terjemahan:Inilah hendaknya engkau perhatikan, pegang teguh tapa dengan jalan memusnahkan nafsu amarah itu, adapun Dewi Sri (kebahagiaan tertinggi) melalui pengendalian kedengkian (sebagai) penyelamatnya, adapun ilmu darma sastra pemunah keakuan dan lenyapnya kecongkakan yang ada pada dirinya, karena itu supaya engkau menjaga dirimu, orang yang tidak lalai merupakan jaJan baginya di situ.
Atas dasar itulah jelas bahwa nafsu keinginan dan amarah harus dikendalikan demi ketenteraman dan kedamaian hidup. Pengendalian atas keduanya itu tentu tidak sepontan akan berhasil tanpa latihan secara tekun dan terus-menerus dengan dukungan ilmu pengetahuan kebenaran.
Jadi disamping melakukan pengendalian diri maka penguasaan terhadap ilmu kebenaran dan ilmu kesucian tidak boleh diabaikan. Belajar melalui kitab suci harus dilakukan sebanyak-banyaknya agar sirnalah kebodohan. Sirnanya kebodohan adalah langkah awal untuk mengatasi kemarahan, kelobaan yang berarti menurunnya frekuensi kesengsaraan hidup. Berjuanglah mengejar kebenaran untuk melenyapkan kebodohan dengan belajar rajin, teratur, dan terus menerus.
Ajṅānaprabhawam hīdam
yaddhukhamu palabhyate,
lobhādewa tad ajṅānam
ajnana lobha ewa ca
Apan ikang sukhaduhkha kabhukti, punggung sangkanika,
ikang punggung, kalobhan sangkanika, ikang kalobhan, punggung
sangkanika,
matangnyan punggung sangkaning sangsāra.
(Sarasamuccaya 400)
Terjemahan:Sebab suka duka yang dialami, pangkalnya adalah kebodohan, kebodohan itu ditimbulkan oleh loba, sedang loba itu kebodohanlah asalnya; oleh karenanya kebodohanlah asal mula kesengsaraan itu.
Prajṅayā yā nirmitairdhīrāstarayan
tyabudhān phawaih,
nābudhāstarayantyanyā
nātmanam wā kadācana
Ika tang punggung, yatika klabakenanta, makasādhanang kapraj-ṅan, prajṅa
ngaraning tutur tan pahingan, si wruh ta ring wastu tattwa, apan sang
pandita, wenang sira mangentasaken wwang len tuwi, sangkeng bhawarnawa,
makasadhanang parahu, winangun dening kaprajṅānira, kunang ikang
apunggung, tan hanang kaprajṅānan iriya, awaknya tuwi, tan kāntas denya.
(Sarasamuccaya 402)
Terjemahan:Kebodohan itulah yang engkau harus lenyapkan dengan kebijaksanaan; prajna adalah kesadaran yang tiada hingganya; pengetahuan tentang hakikat barang sesuatu; karena sang pendeta, sanggup menyeberangkan orang lain dari samudra kelahiran dengan perahu yang diperbuat daripada kepandaiannya; akan tetapi si bodoh tidak ada kepandaiannya; dirinya sendiri tidak terseberangkan olehnya.
Anistasamprayogācca wupra
yogāt priyasyā ca,
manusyā mānasairduh khairyujyante
ye’lpabuddhayah
Kunang ikang apunggung, niyata juga ya humidep ikang kaprihati, makahetu
patemunya lawan keliknya, papasahnya lawan kāsihnya, arah denyāhangkāranya,
makanimitta punggungnya.
(Sarasamuccaya 404).
Terjemahan:Adapun orang yang bodoh, tak tersangsikan lagi, selalu ia merasakan kesedihan hati, sebagai akibat pertemuannya dengan orang yang dibencinya dan oleh perceraiannya dengan orang yang dikasihinya; sungguh, karena nafsu egois yang ditimbulkan oleh kebodohannya.
Demikianlah masa belajar itu harus betul-betul dipergunakan untuk mencari kebenaran dan kebijaksanaan agar kesengsaraan hidup semakin berkurang. Di sekolah diajarkan berbagai ilmu secara teori juga diberikan pendidikan yang mengarah pada latihan fisik dan mental seperti kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan secara terarah dan terpadu.
Kewajiban kepada Guru Wisesa (Pemerintah)
Guru Wisesa ialah pemerintah yang sah. Sebagai seorang siswa, dan sekaligus juga merupakan bagian dari anggota masyarakat maka kita harus menghormati dan menjunjung tinggi martabat bangsa, negara, dan pemerintahannya. Sebaliknya pemerintah selalu memikirkan dan mengusahakan kesentosaan dan kemakmuran rakyat.Di samping itu harus dapat memberikan perlindungan kepada rakyat dari berbagai problem seperti kesusahan, kesewenangan (monarkhi), menjalankan hukum dan keadilan tanpa pandang bulu. Menyelenggarakan pendidikan bagi warganya demi kemajuan dan kecerdasan bangsa.
Dalam Kekawin Ramayana, Rama memberikan nasehat kepada Wibhisana tentang bagaimana tindakan guru wisesa (pemerintah) menjadi abdi rakyat tanpa ikatan nafsu untuk mendapat sanjungan, kemasyuran, kemewahan dan lain sebagainya. Bunyi sloka dalam kekawin itu adalah:
Prihen temen dharma dhumaranang sarat, saraga sang sadhu sireka tutana, tan
artha tan kama pidonya tan Yasa. Ya sakti sang sajana dharma raksaka.
(Ramayana, 81)
Terjemahan:“Utamakanlah keadilan dan kebajikan itu untuk melindungi dunia. Kita harus mengikuti cita-cita orang budiman, yang tidak gelisah hendak mendapat kemasyuran, sanjungan, harta dan kemewahan. Adapun kemuliaan orang budiman adalah sebagai pelindung kebenaran (dharma), beramal dan mengabdi serta mempertahankan keadilan.
“Sakan ikang rat kita yan wenang manut, manupa desa prihatah rumak saya ke
say an ikang papa Nahan prayo jana, jana nuragadi tuwin kapangguha.
(Ramayana, 82)
Terjemahan:“Tegakkanlah Dharma atau kebenaran itu sebagai tiang Negara, utamakan ajaran Manu untuk mengabdi pada negara, lenyapkanlah dan perangilah kesengsaraan itu, sehingga kecintaan dan kesetiaan rakyat pasti akan dijumpai.
Tidak hanya rakyat yang cinta, tetapi Tuhan sebagai pelindung Dharma akan merahmati umat-Nya yang berbudi mulia. Oleh karena itu ajaran agama Hindu kita diharapkan dalam melaksanakan tugas, berpegang pada motto dan pedoman sepi ing pamerih rame ing gawe, demi kepentingan masyarakat dan umat manusia.
Sekian pembahasan materi mengenai Penjelasan Bagian dari Catur Asmara: Brahmacari yang membahas mengenai Brahmacari, dimana terbagi menjadi 3 (tiga) golongan yakni Sukla Brahmacari, Sawala Brahmacari, Tṛṣṇa (Krsna) Brahmacari yang akan dibahas satu persatu agar lebih mudah dipahami serta kewajiban dalam Brahmacari, kewajiban terhadap Guru Swadyaya dan juga kewajiban kepada Guru Wisesa (Pemerintah), jika bukan artikel ini yang sobat cari, mungkin materi dibawah ini dapat menjawabnya, selamat belajar!
0 komentar
Posting Komentar