Toleransi dan Kerukunan dalam Perbedaan

>
Toleransi dan Kerukunan dalam Perbedaan - Pada pembahasan materi Agama Khonghucu kali ini akan membahas mengenai Kerukunan dalam Perbedaan dan Sikap Toleransi didalam Perbedaan, Kerukunan adalah dambaan setiap manusia, hal ini pulalah yang menjadi salah satu tujuan dari pengajaran agama, untuk lebih jelasnya simak dalam penjelasan berikut ini.

Toleransi dan Kerukunan dalam Perbedaan

Sumber konflik terbesar satu-satunya adalah jika seseorang atau satu grup yang memaksakan nilai-nilai dan harapan atas orang lain/grup lain. Kata Toleransi berasal dan bahasa Latin, yaitu tolerare, artinya sikap sabar membiarkan sesuatu, menahan diri, dan berlapang dada atas perbedaan dengan orang lain.

Toleransi antar umat beragama berarti sikap sabar membiarkan orang lain memiliki keyakinan lain dan melakukan yang lain sehubungan dengan agama/kepercayaan yang diyakininya itu.
Toleransi dan Kerukunan dalam Perbedaan
Toleransi dan Kerukunan dalam Perbedaan

Kita harus memiliki sikap sabar/menahan diri melihat orang lain melakukan sesuatu yang berbeda dengan kita dalam segala hal. Memaksakan kehendak kita kepada orang lain untuk melakukan hal yang sama dengan kita, hal ini menunjukkan bahwa kita tidak tidak memiliki sikap sabar/menahan diri (toleran) kepada pihak lain yang berbeda dengan kita.

Memang suatu kenyataan dan sejarah telah menunjukkan bahwa peradaban dunia pernah diwarnai berbagai konflik, perselisihan bahkan peperangan yang menyangkut relasi antar etnik dan agama yang terkadang demikian mengerikan dan berkepanjangan.

Setiap orang memang memiliki hak untuk menilai bahwa dirinya lebih baik dari orang lain (paling tidak dalam hal-hal tertentu). Setiap bangsa berhak menyatakan bahwa bangsanya lebih hebat dari bangsa lain, dan setiap penganut suatu agama berhak meyakini bahwa agamanya lebih baik dari agama yang lain. Sebuah perusahaan berhak menyatakan bahwa produknya lebih baik dari produk perusahaan yang lain. Semua itu wajar dan memang semua memiliki hak untuk menyatakan hal itu. Tetapi menjadi tidak etis jika kemudian mereka menyatakan bahwa yang lain adalah buruk.

Kita tidak perlu menutup mata atas segala kekurangan yang kita miliki. Rivalitas, kecemburuan, sombong, sok paling tahu, dan paling benar justru sering dijumpai di antara umat yang mengaku telah berteguh dalam satu agama yang mereka bilang paling hebat. Nabi Kongzi bersabda: “Sesungguhnya kemuliaan seseorang itu bergantung dari usaha orang itu sendiri.” Maka, janganlah menilai orang dari apa agama yang dianutnya, dan jangan menilai agama dari orang yang menganutnya.

Kerukunan dalam Perbedaan

Kerukunan adalah dambaan setiap manusia, hal ini pulalah yang menjadi salah satu tujuan dari pengajaran agama. Maka menjadi ironis jika dengan dalih untuk menegakkan ajaran agama justru malah merusak kerukunan itu sendiri.

Kerukunan dapat tercipta bukan hanya dalam ruang yang serbasama, maka biarkanlah perbedaan itu hadir apa adanya. Perbedaan memang dapat menjadi pemicu timbulnya perpecahan, tetapi juga dapat menjadi pendorong terciptanya keharmonisan, maka semua bergantung dari bagaimana manusia mengolahnya.

Nabi Kongzi tidak pernah mengajarkan umatnya untuk mengungguli pihak mana pun juga, tidak ada satu ayat pun dari kitab suci Sishu yang memerintahkan umatnya untuk berlomba-lomba menambah pengikut, terlebih dengan cara merebut umat dari agama lain. Bila setiap agama ingin selalu mengungguli pihak lain, menaifkan satu sama lain dan merasa ditunjuk Tuhan sebagai ’agen tunggal kebenaran’, hasilnya ialah energi yang seharusnya digunakan untuk membina diri malah digunakan untuk saling mengalahkan, selalu siap menerkam, menjadi beringas dan kehilangan nilai luhur dari ajaran agama itu sendiri. Nabi Kongzi bersabda, “Bila berlainan jalan suci (agama) jangan berdebat.” (Lunyu. XV: 40)

Nabi Kongzi bersabda, “Seorang Junzi/susilawan dapat rukun meski tidak dapat sama, seorang rendah budi dapat sama meski tidak dapat rukun.” (Lunyu. XIII: 23)


Orang baik/orang yang memiliki kebenaran idealnya tidak menganggap bahwa kebenarannya yang paling benar. Tidak ada guna memperdebatkan tentang kebenaran yang kita yakini dengan kebenaran yang diyakini oleh orang lain dan memang adalah perbuatan yang sangat sia-sia.

Keyakinan merupakan sesuatu yang sangat azasi, terlebih lagi menyangkut keyakinan beragama. Sesungguhnya kebenaran yang dibawakan oleh tiap-tiap agama bukan sesuatu untuk diperdebatkan atau hanya jadi bahan omongan belaka.

“Kalau beda, tidak perlu disama-samakan, kalau sama tidak perlu dibeda-bedakan.” Bicara mengenai perbedaan, tiap hal tentu memiliki perbedaan. Bicara mengenai persamaan, tiap hal tentu juga memiliki persamaan. Masalahnya adalah banyak dari kita menjadi sibuk menyama-nyamakan sesuatu yang beda, dan membeda-bedakan sesuatu yang sama.

Semua orang tentu sependapat bahwa segala pranata yang ada di dunia ini adalah bertujuan untuk menciptakan keteraturan, kerukunan, hingga tercapai kedamaian menyeluruh (damai di dunia), tetapi mungkin kita lupa hal yang mendasar mengenai kerukunan tersebut.

Di sisi lain, kita mendapati kenyataan, bahwa dalam prosesnya menyembah (mengimani), bertaqwa dan sujud kepada-Nya memiliki cara yang berbeda-beda. Mestinya dapat dimaklumi, bila dalam prosesnya setiap kita memiliki cara yang berbeda dalam menyembah Tuhan yang dimaksud. Mestinya juga dapat disadari bahwa perbedaan cara tersebut tentunya bukan tanpa alasan. Banyak faktor yang memengaruhi mengapa perbedaan itu bisa terjadi.

Tetaplah rukun di dalam persamaan, dengan tidak berusaha membedabedakan persamaan itu, dan tetap rukun di dalam perbedaan dengan tidak menyama-nyamakan perbedaan itu.

Tiap agama tentu memiliki cara yang berbeda dalam menangkap kebenaran Tuhan, atau memandang kebenaran Tuhan dari sisi yang berbeda. Maka, rasanya kita tidak perlu menjadi heran, jika ada perbedaan dalam menyembah Tuhan yang sama, dan yang lebih penting lagi untuk tidak berusaha terus membanding-bandingkan perbedaan cara tersebut, karena usaha tersebut hanya akan menghadirkan satu kesimpulan sepihak (subyektif), bahwa cara kita lebih baik dari cara orang lain.

Kita tidak memungkiri ungkapan yang menyatakan bahwa, “sebenarnya tujuan kita sama, hanya jalannya saja yang berbeda.” Tetapi, kita juga tidak dapat menutup mata dan telinga, bahwa di dalam perjalannya menuju ke tempat yang sama itu, setiap kita berbangga diri, karena merasa bahwa jalan kitalah yang paling baik/tepat. Rasa berbangga diri memiliki jalan yang paling benar dan paling baik terjadi karena ada hal mendasar yang terlupakan. Seringkali orang (umat penganut suatu agama) tidak menyadari bahwa yang baik/benar bagi kita belum tentu baik/benar bagi orang/pihak lain.

Dalam konteks lain, ada ungkapan menyatakan “Carilah persamaan di dalam perbedaan, jangan mencari perbedaan di dalam persamaan.” Ini menyiratkan bahwa di dalam perbedaan ada persamaan, dan di dalam perbedaan itu tidaklah berarti menyama-nyamakan yang berbeda. “Seorang Junzi dapat rukun meski tidak sama. Seorang Xiaoren dapat sama meski tidak rukun.”

Sekian pembahasan mengenai Toleransi dan Kerukunan dalam Perbedaan dan segala pranata yang ada di dunia ini adalah bertujuan untuk menciptakan keteraturan, kerukunan, hingga tercapai kedamaian menyeluruh (damai di dunia), tetapi mungkin kita lupa hal yang mendasar mengenai kerukunan tersebut, selamat belajar!

0 komentar

Posting Komentar