Pengertian, Pewarisan, Seni Apresiasi dan Budaya dalam Agama Budha - Seni dan Budaya adalah salah satu instrumen perkembangan agama Buddha di dunia. Instrumen seni dan budaya Buddhis di kelompok etnik yang berbeda, akan berbeda pula tipe dan cara mereka memaknainya. Budaya Buddhis merupakan gambaran Buddhisme yang berkembang di daerah, dan seni yang sesuai dengan budaya setempat. Budaya Buddhis dan seni tidak dapat terpisahkan. Seni dan budaya Buddhis adalah suatu metode untuk memudahkan ajaran Buddha yang dikaitkan dengan budaya lokal. Di jaman modern perkembangan agama Buddha terhambat karena cara pandang umat terlanjur pada dunia modern. Seni dan budaya dapat menjadi inspirasi bagi umat Buddha. Dengan demikian mari dengan jernih kita lihat seni dan budaya Buddhis.
Kebudayaan adalah pedoman bagi kehidupan kita yang terdiri dari konsep-konsep, teori-teori, dan metode-metode, yang merupakan pengetahuan dan keyakinan, yang kita gunakan secara selektif dalam menghadapi lingkungan guna pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kita sebagai manusia. Agama bersifat universal, tepatnya pada tingkatan tekstual.
Pada tingkatan operasional, ajaran-ajaran dari teks suci harus diinterpretasikan dan dipahami oleh pemeluknya untuk kemudian dijadikan pedoman hidup di lingkungannya. Dijadikan kebudayaan atau unsur yang tidak terpisahkan dari kebudayaan, mengingat acuan menginterpretasi teks suci adalah kebudayaan dari pemeluknya. Ketika agama dipraktikkan, coraknya berubah menjadi lokal, sesuai dengan kebudayaan setempat.
Terdapat variasi mengenai posisi agama yang dianut masyarakat dalam dan sebagai kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan. Jika pemelukan agama hanya menekankan upacara yang diwajibkan, tidak menjadi pandangan hidup dan etos yang dalam bahasa sehari-hari dinamakan nilai-nilai budaya, atau pedoman moral dan etika, agama tersebut belum betul-betul digunakan sebagai kebudayaan dari masyarakat tersebut.
Unsur Kebudayaan
Namun dalam Dhammadayada-sutta, Buddha bersabda, ”Jadilah ahli warisKu dalam Dharma, bukan ahli waris benda-benda materiil” (M.I.12). Kutipan di atas menggambarkan Dharma sebagai budaya spiritual atau non-materiil yang dibedakan terhadap budaya materiil, budaya spiritual didasarkan atas sistem nilai agama dan bersifat kontemplatif. Kebaikan tidak diukur dari nilai-nilai materiil, tetapi diukur dari nilai-nilai moral, misalnya keluhuran budi pekerti, kebijaksanaan, kesederhanaan.
Adapun budaya materiil menggambarkan keterikatan manusia dengan benda, yang menempatkan benda materi bukan hanya digunakan melakukan sesuatu, tetapi juga memberi makna dalam hubungan sosial. Jalan tengah pun selalu menjadi pedoman ketika menghadapi akulturasi budaya dan transformasi budaya.
Agama bersifat universal, tepatnya pada tingkatan tekstual. Pada tingkatan operasional, ajaran-ajaran dari teks suci harus diinterpretasikan dan dipahami oleh pemeluknya untuk dijadikan pedoman hidup di lingkungannya. Dengan kata lain dijadikan kebudayaan atau unsur yang tidak terpisahkan dari kebudayaan, mengingat acuan menginterpretasi teks suci adalah kebudayaan dari pemeluknya.
Ketika agama dipraktikkan, coraknya berubah menjadi lokal, sesuai dengan kebudayaan setempat. Terdapat variasi mengenai posisi agama yang dianut dan sebagai kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan. Variasi terdapat pada tingkat individual. Ada yang menempatkan agama sebagai inti atau puncak kebudayaan, sehingga agama dijadikan pedoman hidup dan terserap di hampir keseluruhan unsur-unsur kebudayaan. Ada yang hanya bersifat fungsional dalam sejumlah unsur kebudayaan, sehingga unsur-unsur lain dari kebudayaan milik masyarakat tersebut bebas dari pengaruh agama yang dianut. Jika penganut agama hanya menekankan upacara yang diwajibkan, tidak menjadi pandangan hidup dan etos yang dalam bahasa sehari-hari dinamakan nilai-nilai budaya, atau pedoman moral dan etika, agama belum betul-betul digunakan sebagai kebudayaan dari masyarakat.
Seni merupakan bagian dari kebudayaan yang mengekspresikan ide estetika, menciptakan karya yang bermutu, diciptakan dengan keahlian. Seni murni dalam bahasa Prancis beaux-arts, merujuk kepada estetika atau keindahan semata-mata. Seni budaya berkenaan dengan keahlian untuk menghasilkan sesuatu dalam bentuk tulisan, percakapan, dan benda bermanfaat yang diperindah. Berbagai bentuk objek merupakan hasil kombinasi estetika dengan kegunaan yang berfaedah.
Menurut klasifikasinya, terdapat seni sastra (prosa-puisi), seni suara (vokal, musik), seni gerak (tari, teater), seni rupa (lukisan, patung, grafis, seni dekoratif, seni kerajinan, arsitektur). Apresiasi atau penghargaan dan kesadaran terhadap nilai seni erat berkaitan dengan kehidupan dan perkembangan batin seseorang.
Seni memiliki hubungan dengan kegiatan dan aktifitas, mengajak untuk memasuki dunia dengan suatu sikap, melihat kenyataan yang menakjubkan. Karena itu kesenian bukan untuk segelintir orang saja dan bukan suatu bidang di samping kehidupan kita sehari-hari.
Ukuran yang tepat (pramana), keseimbangan bentuk dan ide terlihat pada harmoni dari ukuran atau proporsinya. Keserasian pengaturan wama (warnikabhangga) komposisi wama sesuai dengan ide, watak atau perlambangan. Suasana dan emosi atau pancaran rasa (bhava), mengungkapkan salah satu rasa dengan jelas. Daya pesona (lavanya), menimbulkan kesan yang dalam, bahkan bisa mempengaruhi batin orang yang melihatnya.
Semua nilai dan norma, sebagaimana pengetahuan dan kepercayaan, diekspresikan dalam bentuk simbol. Simbol-simbol memungkinkan kita menciptakan, mengkomunikasikan dan mengambil bagian serta mengalihkan komponen-komponen kebudayaan kepada generasi berikutnya. Simbol adalah sesuatu yang dapat memberikan makna. Ada beberapa wujud simbol, yakni berupa benda, kata-kata, dan tindakan. Gambar dan patung, dekorasi dan arsitektur vihara, pembacaan ayat-ayat kitab suci dan doa, gerakan menyembah dan meditasi, merupakan ungkapan keberagamaan yang memakai simbol-simbol.
Nilai-nilai Buddhis yang berdasar pada berbagai kebudayaan dikenali dari hakikat dan arti simbol, tidak terbatas hanya pada wujud simbol itu sendiri. Selain itu, mengutip pendapat To Thi Anh, jika sebuah kebudayaan lebih mengembangkan suatu nilai tertentu, bukan berarti bahwa nilai lain dimustahilkan.
Pengertian, Pewarisan, Seni Apresiasi dan Budaya Buddhis
Seni ternyata sangat luas sekali bidangnya ada seni lukis, seni tari, seni sastra, seni rupa dan seni-seni yang lainnya. Hal demikian tidak dipungkiri juga pada perkembangan keagamaan, terutama agama Buddha yang perkembangannya banyak sekali dipengaruhi oleh seni dan budaya. Berikut ini ornamen vihara yang dapat dipahami dan dipelajari.Ornamen Vihara, Pengertian, Pewarisan, Seni Apresiasi dan Budaya Buddhis |
A. Pengertian Budaya
Kata ”kebudayaan” berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, bentuk jamak dari buddhi, berarti ”budhi” atau ”akal”. Ada pula yang berpendapat asalnya adalah kata majemuk ”budi-daya”, daya dari budi, kekuatan dari akal. Bagaimanapun definisinya, kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan akal budi. Tanpa kebudayaan, hidup dan perilaku manusia tak berbeda dengan hewan. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan hasil budi dan karyanya. Pasurdi Suparlan menjelaskan bahwa kebudayaan adalah pedoman bagi kehidupan yang terjadi dari konsep-konsep, teori-teori, dan metode-metode, yang merupakan pengetahuan dan keyakinan, yang digunakan secara selektif dalam menghadapi lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sebagai manusia.
Kebudayaan adalah pedoman bagi kehidupan kita yang terdiri dari konsep-konsep, teori-teori, dan metode-metode, yang merupakan pengetahuan dan keyakinan, yang kita gunakan secara selektif dalam menghadapi lingkungan guna pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kita sebagai manusia. Agama bersifat universal, tepatnya pada tingkatan tekstual.
Pada tingkatan operasional, ajaran-ajaran dari teks suci harus diinterpretasikan dan dipahami oleh pemeluknya untuk kemudian dijadikan pedoman hidup di lingkungannya. Dijadikan kebudayaan atau unsur yang tidak terpisahkan dari kebudayaan, mengingat acuan menginterpretasi teks suci adalah kebudayaan dari pemeluknya. Ketika agama dipraktikkan, coraknya berubah menjadi lokal, sesuai dengan kebudayaan setempat.
Terdapat variasi mengenai posisi agama yang dianut masyarakat dalam dan sebagai kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan. Jika pemelukan agama hanya menekankan upacara yang diwajibkan, tidak menjadi pandangan hidup dan etos yang dalam bahasa sehari-hari dinamakan nilai-nilai budaya, atau pedoman moral dan etika, agama tersebut belum betul-betul digunakan sebagai kebudayaan dari masyarakat tersebut.
Unsur Kebudayaan
- Sistem religi dan upacara keagamaan
- Sistem sosial dan organisasi kemasyarakatan
- Sistem pengetahuan
- Bahasa
- Kesenian
- Sistem mata pencaharian
- Sistem teknologi dan peralatan
B. Pewarisan Kebudayaan
Petunjuk Buddha mengenai kewajiban orang tua untuk memberikan warisan kepada anak-anaknya, dan kewajiban anak selain memelihara warisan yang diterimanya, juga harus menjaga kehormatan termasuk melanjutkan tradisi keluarga, dapat dihubungkan dengan praktik pewarisan kebudayaan (D.III.189).Namun dalam Dhammadayada-sutta, Buddha bersabda, ”Jadilah ahli warisKu dalam Dharma, bukan ahli waris benda-benda materiil” (M.I.12). Kutipan di atas menggambarkan Dharma sebagai budaya spiritual atau non-materiil yang dibedakan terhadap budaya materiil, budaya spiritual didasarkan atas sistem nilai agama dan bersifat kontemplatif. Kebaikan tidak diukur dari nilai-nilai materiil, tetapi diukur dari nilai-nilai moral, misalnya keluhuran budi pekerti, kebijaksanaan, kesederhanaan.
Buddha mengajar siswaNya |
Adapun budaya materiil menggambarkan keterikatan manusia dengan benda, yang menempatkan benda materi bukan hanya digunakan melakukan sesuatu, tetapi juga memberi makna dalam hubungan sosial. Jalan tengah pun selalu menjadi pedoman ketika menghadapi akulturasi budaya dan transformasi budaya.
Agama bersifat universal, tepatnya pada tingkatan tekstual. Pada tingkatan operasional, ajaran-ajaran dari teks suci harus diinterpretasikan dan dipahami oleh pemeluknya untuk dijadikan pedoman hidup di lingkungannya. Dengan kata lain dijadikan kebudayaan atau unsur yang tidak terpisahkan dari kebudayaan, mengingat acuan menginterpretasi teks suci adalah kebudayaan dari pemeluknya.
Ketika agama dipraktikkan, coraknya berubah menjadi lokal, sesuai dengan kebudayaan setempat. Terdapat variasi mengenai posisi agama yang dianut dan sebagai kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan. Variasi terdapat pada tingkat individual. Ada yang menempatkan agama sebagai inti atau puncak kebudayaan, sehingga agama dijadikan pedoman hidup dan terserap di hampir keseluruhan unsur-unsur kebudayaan. Ada yang hanya bersifat fungsional dalam sejumlah unsur kebudayaan, sehingga unsur-unsur lain dari kebudayaan milik masyarakat tersebut bebas dari pengaruh agama yang dianut. Jika penganut agama hanya menekankan upacara yang diwajibkan, tidak menjadi pandangan hidup dan etos yang dalam bahasa sehari-hari dinamakan nilai-nilai budaya, atau pedoman moral dan etika, agama belum betul-betul digunakan sebagai kebudayaan dari masyarakat.
Seni merupakan bagian dari kebudayaan yang mengekspresikan ide estetika, menciptakan karya yang bermutu, diciptakan dengan keahlian. Seni murni dalam bahasa Prancis beaux-arts, merujuk kepada estetika atau keindahan semata-mata. Seni budaya berkenaan dengan keahlian untuk menghasilkan sesuatu dalam bentuk tulisan, percakapan, dan benda bermanfaat yang diperindah. Berbagai bentuk objek merupakan hasil kombinasi estetika dengan kegunaan yang berfaedah.
Menurut klasifikasinya, terdapat seni sastra (prosa-puisi), seni suara (vokal, musik), seni gerak (tari, teater), seni rupa (lukisan, patung, grafis, seni dekoratif, seni kerajinan, arsitektur). Apresiasi atau penghargaan dan kesadaran terhadap nilai seni erat berkaitan dengan kehidupan dan perkembangan batin seseorang.
Seni memiliki hubungan dengan kegiatan dan aktifitas, mengajak untuk memasuki dunia dengan suatu sikap, melihat kenyataan yang menakjubkan. Karena itu kesenian bukan untuk segelintir orang saja dan bukan suatu bidang di samping kehidupan kita sehari-hari.
C. Seni dan Apresiasi
Kegiatan manusia yang merefleksikan kenyataan dalam sesuatu karya, yang berkat bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam alam rohani si penerimanya. Pembedaan bentuk (rupabheda); bentuk-bentuk yang dimaksud harus dapat segera dikenali oleh orang yang melihatnya. Kesamaan dalam penglihatan (sadrsya), bentuk yang terlihat harus sesuai dengan ide yang terkandung di dalamnya.Fungsi seni dalam agama budha |
Sifat dasar seni dalam agama budha |
Apreasi Seni dalam agama budha |
D. Seni dan Budaya Buddhis
Nilai budaya mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat. Sebagai wujud ideal, kebudayaan atau adat berfungsi mengatur perilaku, nilai budaya pada tingkatan adat yang bersifat abstrak dan luas ruang lingkupnya. Tingkatan adat di bawahnya berturut-turut menjadi lebih konkret dari norma, hukum hingga aturan-aturan khusus.Semua nilai dan norma, sebagaimana pengetahuan dan kepercayaan, diekspresikan dalam bentuk simbol. Simbol-simbol memungkinkan kita menciptakan, mengkomunikasikan dan mengambil bagian serta mengalihkan komponen-komponen kebudayaan kepada generasi berikutnya. Simbol adalah sesuatu yang dapat memberikan makna. Ada beberapa wujud simbol, yakni berupa benda, kata-kata, dan tindakan. Gambar dan patung, dekorasi dan arsitektur vihara, pembacaan ayat-ayat kitab suci dan doa, gerakan menyembah dan meditasi, merupakan ungkapan keberagamaan yang memakai simbol-simbol.
Nilai-nilai Buddhis yang berdasar pada berbagai kebudayaan dikenali dari hakikat dan arti simbol, tidak terbatas hanya pada wujud simbol itu sendiri. Selain itu, mengutip pendapat To Thi Anh, jika sebuah kebudayaan lebih mengembangkan suatu nilai tertentu, bukan berarti bahwa nilai lain dimustahilkan.
0 komentar
Posting Komentar